KERATON MANGKUNEGARAN: ISTANA EROPA YANG NYASAR DI JAWA
Solo
punya dua keraton yang ciamik banget, yaitu Keraton Kasunanan dan
Keraton Mangkunegaran. Keraton Kasunanan terkenal karena sejarahnya yang
panjang dan kemistisannya, sementara Keraton Mangkunegaran terkenal
karena keindahan arsitekturnya. Kali ini aku menyambangi Keraton
Mangkunegaran
Dan
harus kuakui, kunjunganku ini sama sekali nggak mengecewakan (walaupun
ada beberapa tempat yang nggak dibolehin difoto).
Istana
Mangkunegaran dibangun pada tahun oleh Raden Mas Said atau yang juga
dikenal dengan nama Pangeran Sambernyowo pada tahun 1757 M. Konon
julukan Pangeran Sambernyowo diberikan oleh Belanda karena musuh2 yang
dihadapi oleh RM Said selalu keok. Sejak masih berumur 16 tahun, RM Said
emang udah gigih melawan penjajah. Akhirnya untuk meredam
pemberontakan, Belanda pun mengadakan Perjanjian Salatiga pada tahun
1757 dan mengangkat RM Saidmenjadi Sultan Mangkunegaran I. Raja atau
sultan yang menjabat saat ini adalah KGPAA (Kanjeng Gusti Pangeran Arya
Adipati) Mangkunegaran IX.
Tiket masuknya 10K
IDR saja plus tips buat guide. Kalo buat bule, tiketnya 15 K IDR alias
sekitar 1 euro (cailah, gayanya hehehe). Perhatiin jam bukanya ya.
Keraton ini menerima turis setiap hari Senin-Sabtu pukul 09.00-12.00
namun hari Minggu buka agak lama dari jam 09.00-13.00. Jangan dateng jam
3 pagi, jelas nggak bakal dibukain pintu hehehe.
Sebelum memasuki kawasan keraton, kalian akan melihat gerbang di depan alun-alun ini.
Gerbang ini dulunya nggak simpel kayak gini. Zaman penjajahan tempo doeloe dulu, gerbangnya lebih meriah, kayak gini.
Wah
keren ya. Oya, singa adalah lambang kerajaan buat Keraton
Mangkunegaran. Di dalam entar juga ada patung singa yang keren banget
(entar kuceritain). Beda sama keraton Yogya dan Kasunanan, di sini nggak
ada pohon beringin raksasa. Sebagai gantinya, ada pohon asam yang
umurnya sudah sangat tua di sini.
Di
sini juga ada gedung kavaleri-artileri yang dulu digunakan sebagai
markas pasukan berkuda. Bangunannya kolonial banget, sayang terbengkalai
gitu. Letaknya menghadap ke barat jadi pas banget kalo mau foto
sunrise.
Nah,
di sini ada gerbang besi yang besar. Dari gerbang itu, kalian sudah
bisa melihat joglo keraton yang tampak besar. Namun jalan masuknya bukan
dari sini, soalnya gerbangnya selalu tertutup dan hanya dibuka buat
masuk tamu penting (backpacker jelas bukan termasuk hehehe). Jadi,
masuknya lewat bangunan yang ada di sebelah kiri gerbang ini.
Nah,
di sini aku langsung disambut ibu2 resepsionis (sejak kapan ya keraton
ada resepsionisnya). Kata ibu-nya, aku entar didampingi sama guide.
Tipsnya juga dikasih seikhlasnya (dari pengalamanku, istilah
“seikhlasnya” artinya ikhlas nggak ikhlas tetep kudu ngasih). Awalnya
sih aku agak keberatan bayar guide segala, tapi begitu ibu-nya memanggil
sang guide…wow, ternyata guide-nya adalah anak SMK Pariwisata yang lagi
magang dan ehm…ehm…manis banget. Hehehe suit…suit…Boleh nih.
Jantungku
langsung dag dig dug begitu Mbak-nya ini mengantarku masuk wilayah
keraton (dasar, payah backacker beginian). Anehnya, mbak ini juga
membawa serta dua tas kresek item. Ternyata saat memasuki joglo dan
bagian dalam keraton, alas sepatu kita kudu dilepas. Nggak heran sih,
soalnya di Keraton Kasunanan peraturannya juga sama. Tapi enak kok jalan
di dalam joglo, adem.
Beginilah suasana di depan
joglo. Ada sebuah air mancur dengan patung putty (bocah kecil yang
chubby, hiasan khas di Istana bergaya baroque) menunggangi seekor angsa.
Dari jauh kayak angel lho. Duh, romantis banget hehehe. Apalagi
guide-ku masih cewek ABG gini. Tinggal lari2 dan jadi film India nih
hehehe.
Dan
istananya, buseeeet…ini di Solo apa Perancis? Soalnya arsitektur
joglonya gabungan antara gaya tradisional Jawa sama Eropa. Joglonya sih
jelas Jawa, tapi detailnya baroque banget. Apalagi bagian depannya dicat
emas gini. Ini dia foto-fotonya.
Keren
khan? Begitu memasuki joglo, aku langsung melihat patung empat ekor
singa emas menjaga istana ini dengan gagahnya. Kata mbak-nya, patung2
leo ini buatan Belgia. Hmm…percaya aja deh hehehe.
Bagian
depan joglo ini namanya pendapa. Lantainya asli keramik Italia, sayang
warnanya kusam. Setelah dijelasin mbak-nya, dulu warna keramik ini
putih, tapi jadi kusam begini setelah terkena bencana banjir besar yang
pernah menimpa Solo.
Ornamennya sangat bergaya Eropa. Bayangin, di atas gamelan yang Jawa banget, ada lampu emas dengan figur malaikat kecil.
Di
bagian pusat pendapa ini terdapat empat tiang yang dinamakan soko guru.
Nah, ukuran soko guru ini cukup besar. Katanya kalo kita bisa memeluk
soko guru ini keinginan kita jadi kenyataan. Kata mbak-nya aku disuruh
nyobain, tapi nggak ah…malu hehehe (yah, emang suruh meluk apaan???).
Nah,
soko guru ini menyokong langit2 yang cukup unik karena berwarna-warni.
Kata mbak-nya, tiap warna ada filosofinya sendiri2 lho.
- warna kuning mencegah kantuk
- warna biru menghalau musibah
- warna hitam mencegah rasa lapar
- warna hijau mengobati depresi
- warna putih meredam nafsu seks (birahi)
- warna oranye mengatasi ketakutan
- warna merah menghalau setan
- warna ungu menghalau segala yang jahat
Wah,
mbak guide-nya apal semua….jadi salut (aku-nya manggut2 sambil
nyatet2). Konon bagian atap2 ini dilukis oleh pelukis Cina yang dibantu
pelukis Belanda bernama Karsten. Oya, ada yang unik juga. Di sekeliling
tumpang sari, dilukis lambang2 dari 12 zodiak. Wah, keren.
Setelah melewati pendapa, aku lalu sampai di bagian yang dinamakan paringgitan. Detail pilarnya cukup membuatku tercengang.
Bagian
paringgitan ini juga terbuka, sama kayak pendapa. Kata mbak-nya, tempat
ini digunakan untuk pementasan wayang kulit. Yang membuatku tertarik,
di sini ada empat patung emas, namun kali bukan patung2 singa melainkan
patung cewek2. Dua patung di depan berasal dari cina dan dua patung di
belakang dari Eropa. Di atas patung2 ini ada kain ungu yang digunakan
untuk menutup patung. Mbak-nya guide juga nggak tau kenapa patung2 itu
kadang mesti ditutup.
Oya banyaknya hiasan
bergaya Eropa sempat membuatku bertanya2. Keraton ini kan kerajaan Islam
dan setahuku Islam melarang penggunaan figur2 manusia dan hewan (yang
justru berceceran di istana ini). Nah, jawab mbak-nya, walaupun kerajaan
Islam, keraton di Jawa Tengah masih bersifat “kejawen” jadi
berakulturasi ama budaya Hindu-Buddha dulu. Tradisi kejawen ini juga
masih bisa kita lihat pada pemberian sesaji dsb. Oya, ini foto dua cewek
yang tadi kuceritain.
Begitu
nyampe di rumah dan lihat hasil fotonya di laptop, aku langsung nepuk
jidat. Bego banget, patungnya bagus gini kenapa nggak aku close up
wajahnya. Pasti artistik banget. Padahal dari dulu kepengen foto patung2
angel di Monumen Prasasti (kuburan Belanda) di Jakarta aja belum
kesampaian, yang ini mah malah lebih keren, warnanya emas lagi. Aduh,
sumpah nyesel banget. Jadi pengen balik lagi, tapi 10 ribunya plus biaya
guide-nya…huaaaaaaaaaa (ketauan kere-nya).
Back
to keraton. Di paringgitan ini juga terdapat lukisan raja sekarang dan
istri beliau. Nah, yang buatku agak serem adalah lukisan ratu (istri
sultan) yang bergaya realis. Dah kayak foto beneran. Apalagi busananya
Jawa gitu (kayak Susana)…serem ah. Ada juga foto nenek dari sultan yang
konon pas dibuat, lukisan itu disebut sebagai lukisan wanita paling
cantik di Nusantara. Sayangnya, saat aku memoret lukisan2 itu, hasilnya
ternyata agak kabur semuanya. Nggak tahu apakah itu karena ada
“something” yang berbau gaib apa tanganku yang keder gara2 megang camdig
baru. Coba aja pembaca membuktikannya sendiri.
Nah, di dalam pringgitan ada pintu bergaya Perancis yang indah dan terbuat dari kaca.
Di
situ kita bisa masuk ke bagian dalam joglo yang bernama ndalem. Nah, di
ndalem ini, kita dilarang memotret. Kalo ada larangan2 kayak gitu,
mending diturutin aja sob. Soalnya aku sering denger cerita2 dari temen,
kalo tetep nekad biasanya foto kita bakalan nggak jadi (pengalaman di
Bali dulu). Hiiiy….
Bagian ndalem terakhir
digunakan untuk pernikahan Mbak Menur dengan Sarwana. Namun saat
kukunjungi, bagian ini lebih mirip museum soalnya banyak barang milik
keraton yang di-display di sana. Koleksinya ada banyak banget, kayak
senjata (keris, pedang, samurai), perhiasan, kristal, miniatur dan masih
banyak lagi. Kebanyakan dari barang2 itu adalah pemberian atau hadiah
dari kepala2 negara kayak Ratu Yuliana, Raja Thailand, Filipina, dsb.
Walaupun nggak bisa foto2, aku tidak kecewa, sebab banyak cerita menarik
yang kudapat di sini, kebanyakan cerita mistis.
- Ada alat unik bernama “badong” yang mirip koteka. Nah, alat ini hanya bisa dipakaikan oleh permaisuri bila takut suaminya berselingkuh saat pergi berperang dsb. Konon, permaisuri akan mengucapkan mantra tertentu dan alat ini akan mengunci secara otomatis. Wow! Alat ini terbuat dari emas dan ada juga yang buat perempuan lho!
- Ada peralatan menari Bedhaya Ketawang yang hanya bisa ditarikan oleh gadis yang masih perawan. Sebelum menari pun syaratnya kudu puasa 3 hari dulu.
- Ada mata uang yang unik, bentuknya bulat kecil seperti gotri, tapi terbuat dari emas asli.
- Ada tiga batok yang dipajang bersama keris2, konon batok ini sangat sakti sebab dapat mengeluarkan mata air.
- Pada bagian tengah ndalem ada sebuah panggung untuk bersemedi. Di bagian belakangnya terdapat krobongan, yaitu tempat untuk menyimpan barang pusaka. Tempat ini nggak boleh lancang dinaiki (ada rantai pembatasnya, udah kayak bank aja).
- Di atas krobongan terdapat bangunan berbentuk matahari yang disebut surya sumirang. Konon, pusaka ini amat sakti sebab bisa mengeluarkan cahaya bak matahari beneran (padahal bukan lampu atau apa).
- Maklum raja, jadi asbak dan tempat meludah pun dari emas asli (hiks). Di sini juga ada kotak perhiasan yang bagian luarnya juga terbuat dari permata asli (suer, baru kali ini liat permata asli).
- Ada benda serupa raket ping pong. Ternyata itu tembaga asli dan berfungsi sebagai cermin. Konon dulu nggak ada kaca, jadi kalo mau berias, cermin tembaga itu tinggal diberi air dan langsung bisa buat ngaca. Padahal tembaganya keruh lho, keren,
- Ada alat bernama cengkalan yang digunakan oleh anak raja sehabis sunat. Sumpah aku nggak pengen tau cara makainya gimana.
- Ada tongkat aneh dari kayu yang bentuknya berulir. Waktu aku nanya, ternyata itu dinamakan “pring pethuk” dan fungsinya cukup berbau gaib. Kalo ada maling masuk ke keraton, konon benda ini akan membuat maling itu nggak bisa keluar dari kraton dan cuma berputar2 saja nggak bisa nemuin jalan keluar. Kayaknya aku pernah deh denger cerita kayak gini pas kecil.
- Perempuan di kraton pun boleh pegang senjata. Senjatanya dinamakan cudrik, yaitu sejenis pisau kecil yang multi fungsi, bisa dipakai buat sanggul juga. Wah, senjata rahasia nih.
Sekeluarnya dari ndalem,
aku langsung bisa bebas foto2 dan makai sandal lagi. Bagian ini
dinamakan baluwarti dan dilengkapi kursi2. Ini dia foto2nya (dari sini
blog-ku berubah dari blog backpacking ke blog desain interior).
Di
sini juga ada taman yang nyaman banget. Dari sini ada jalan menuju
bagian istana yang dijadikan tempat kediaman raja dan keluarganya, tapi
tentu kita tidak boleh masuk. Aku terus nanya mbak-nya, selama jadi
guide di sini pernah ketemu ama raja nggak. Katanya, walaupun ketemu
kita tetep harus menunduk sebab kita nggak boleh menatap langsung wajah
raja. Hmm…masih segitunya ya?
Di sini aku juga nemuin linga yoni ini di tengah taman.
Mbak guide lalu membawaku ke bangunan yang bernama Pracimayoso. Di depannya ada kolam dengan hiasan patung singa ini.
Nah bangsal Pracimoyoso digunakan untuk pertemuan. Banyak kursi2 bergaya Eropa ini.
Bagian
belakang bangsal Pracimoyoso bisa disewakan lho untuk rapat dll bila
diinginkan. Di sini ada hiasan kaca patri yang sangat indah dan hiasan
ukiran gading yang menceritakan Epos Ramayana. Melihat detailnya aku
langsung terkagum2, apalagi setelah dikasi tau ini buatan asli anak
bangsa, tepatnya dari Bali.
Setelah
puas berfoto2 di Pracimoyoso, aku lalu melewati lorong yang dipenuhi
barang2 antik ini. Nah, ini lho mbak guide yang kuceritain hohoho.
Di
sini juga ada toko suvenir yang menjual batik2 (dari bau2nya kayaknya
mahal). Waktu ditawarin mampir buat beli oleh2, aku langsung menolak
(maklum nggak bakat belanja di butik, kalo mau nyari batik biasanya ke
Klewer doang hehehe).
Setelah
melewati toko suvenir itu, kita langsung keluar melalui pintu samping
dan ketemu lagi joglo yang tadi. Kata mbak-nya acara jalan2nya dah
selesai (yaaaaaaaaah…kecewa mode on). Akhirnya setelah memberikan tips
seikhlasnya (jarang lho aku ikhlas ngasih tips hehehe), akhirnya aku
pulang dengan hati gembira (kok jadi mirip karangan anak SD gini).
Singkat kata, nggak nyesel deh kalian menyambangi keraton ini kalo
mampir ke kota Solo.
WARNING! WARNING!
ABIS DARI KERATON MANGKUNEGARAN LANGSUNG PULANG? RUGI BANGET!!!
Yap,
emang rugi banget kalo kalian nggak sekalian menyambangi Masjid
Mangkunegaran dan Koridor Ngarsopuro. Masjid Mangkunegaran adalah masjid
tua yang bisa kalian capai dengan berjalan kaki dari pintu barat
keraton. Di sebelah kanan jalan, kalian akan langsung melihat tembok
pembatas masjid yang khas banget. Masjid ini adalah salah satu dari
masjid2 tertua di Solo dan konon diarsiteki orang Perancis. Kebalikan
dengan gedung Belanda kavaleri tadi, bagian depan masjid ini menghadap
ke timur jadi pas banget buat foto sunset.
Tempat
lain yang juga nggak boleh dilewatin adalah Koridor Ngarsopuro.
Ngarsopuro adalah jalan yang berada tepat di depan Keraton
Mangkunegaran. Di sini terdapat Pasar Windu Jenar yang menjual barang
antik. Aura artistik langsung terpancar dari bangunan, penataan, serta
art work yang berjajar di sepanjang jalan ini. Kalo pas malam minggu
juga selalu diadakan pasar malam di sini. Untuk Ngarsopuro ini, aku
pernah membuat postingan khusus di sini. Nah, jadi jangan dilewatkan ya!