makna laku prihatin
Jika gejala-gejala di bawah ini kurang diperhatikan akan menjadi
halangan atau rintangan dalam meraih kesuksesan dan menggapai anugrah
yang akan datang pada diri anda. Tekad bulat, niat, harapan, serta
kemantaban hati kita akan melalui semacam “uji nyali”. Jika lolos,
anugrah akan kita dapatkan. Jika tidak lolos, berarti kita batal
mendapat anugrah yang sudah disiapkan. Untuk itu, berbagai macam gejala
berikut ini perlu saya ungkapkan dengan harapan dapat menambah dan
menumbuhkan sikap eling dan waspada bagi seluruh sedulurku yang sedang menjalani “laku prihatin”.
SAAT HARI WETON TIBA
Dalam rentang waktu selapan hari (35 hari) siklus weton akan
berlangsung sekali. Artinya, jika weton anda Senin Pon, maka weton Senin
Pon berikutnya akan datang lagi setelah putaran waktu 35 hari. Ada
beberapa gejala paling umum saat hari weton kita tiba. Gejala-gejala
tersebut antara lain :
- Perasaan gundah, resah, dan perasaan tidak enak seperti ada sesuatu yang tidak beres, tetapi tidak mengetahui sesuatu apa yang sedang tidak beres.
- Tubuh terasa capai, merasa lelah, lemas, jika bekerja mudah lelah, otot-otot terasa ngilu, pegal-pegal dan rasa tak enak badan yang tidak karuan dirasakan. Suhu badan agak naik, bahkan badan terasa seperti akan terserang flu atau demam.
Setelah hari weton berlalu semua gejala
di atas akan sirna dengan sendirinya. Bagi yang sudah memahami gejala
tersebut, biasanya lantas teringat jika hari tersebut adalah hari
wetonnya. Pertanyaannya, kenapa gejala tersebut muncul saat weton anda
tiba ? Hal itu disebabkan oleh banyaknya sengkolo dan sukerto yang ada
dalam diri kita. Sementara itu sudah lama sekali tidak dilakukan
bancakan weton. Bagi yang sering melakukan bancakan weton (paling tidak
setahun 1 kali), gejala saat hari weton tersebut tidak lagi terasa.
SAAT BERZIARAH
Ziarah bukan saja bertujuan untuk
mendoakan dan merawat makam para leluhur yang kita kunjungi. Lebih dari
itu, kedatangan kita ke makam leluhur tak ubahnya kita menghadap kepada
sesepuh yang kita hormati untuk menghaturkan sembah bakti kita
kepada beliau-beliau yang telah hidup di dalam kehidupan sejati. Serta
untuk mendapatkan bimbingan, arahan dan doa restunya. Pergi berziarah
seperti halnya kita menuju suatu tempat untuk menjemput anugrah. Bahkan
anugrah yang besar, minimal anugrah doa restu dari orang-orang yang
sudah pindah dalam kehidupan yang sejati.
Hal-hal Yang Perlu Dihindari
Apabila anda pergi berziarah ke pasarean agung, makam raja-raja
besar, makam para ratugung binatara, atau makam orang-orang yang
dianggap suci dan mulia sewaktu hidupnya hendaknya menghindari hal-hal
berikut :
- Jangan Menunggu-Nunggu. Untuk melakukan ziarah ke makam leluhur yang menurunkan kita, atau para leluhur besar nusantara, biasanya seseorang akan menunggu-nunggu saat mempunyai cukup uang, atau saat waktunya sudah senggang. Nah, apabila anda termasuk di dalamnya, biasanya sangat kecil kemungkinan rencana tersebut akan terlaksana. Apa yang saya lakukan justru kebalikannya. Walaupun uang belum kepegang, serta belum tahu kapan jadwal waktu senggang ke depan. Namun jauh-jauh hari sebelumnya saya tetap berani menentukan kapan jadwal keberangkatan untuk pergi ziarah. Biasanya antara hari Kamis, Jumat, dan Minggu. Beberapa kawan saya anjurkan tips yang sama seperti saya lakukan. Hilangkan sikap ragu-ragu karena alasan tidak cukup uang saku dan belum adanya gambaran kapan ada waktu yang longgar. Dengan keteguhan hati tetapkan saja jadwalnya kapan berangkat. Saat hari H tiba, ternyata apa yang dikhawatirkan semuanya lenyap, justru sebaliknya semua berjalan lancar seperti sudah ada yang mengatur. Menjelang hari H, seperti kebetulan saja, kawan saya mendapatkan uang yang lebih dari cukup dan waktunya juga pas senggang. Jalan untuk berbakti kepada ortu dan para leluhur akan selalu terbuka lebar, kecuali bagi yang dipenuhi oleh keraguan.
- Jangan Menunda-Nunda. Saatnya penentuan jadwal kapan akan berangkat ziarah (marak sowan) ke makam leluhur. Selama anda belum berani menentukan hari, tanggal, bulan, tahun, kapan akan pergi berziarah, biasanya rencana tersebut akan sulit terlaksana. Jika anda menyadari betapa penting dan besar sekali manfaat menziarahi pesarean para leluhur kita dan para leluhur tanah Jawa/nusantara. Demikian pula bila dirasakan sudah urgent, jangan ragu dan tunda-tunda lagi keinginan anda. Mantabkan hati, segera tetapkanlah jadwal keberangkatan. Percayalah, kelak jika sudah tiba waktunya semua akan berjalan dengan mudah.
- Jangan Urungkan Rencana. Saat menjelang keberangkatan menuju makam atau Pasarean Agung, biasanya ketabahan, tekad bulat, keteguhan hati dan keinginan kuat kita akan diuji. Beberapa peristiwa alam seperti tiba-tiba hujan lebat, petir menyambar, angin terjadi dengan tiba-tiba. Di lain hal, bisa saja terjadi kendala teknis seperti kendaraan yang akan kita gunakan tiba-tiba mogok, kunci kontaknya ketlingsut (hilang karena lupa meletakkannya). Atau human error, misalnya orang yang akan anda ajak atau sudah janjian ikut bareng pergi ziarah, sudah ditunggu lama malah tidak tidak muncul-muncul juga hingga waktunya terbuang percuma untuk menunggu. Apabila anda menghadapi kejadian-kejadian di atas, segeralah konsentrasi untuk maneges, berkatalah dalam hati nurani anda (kareping rahsa) bahwa anda akan tetap teguh berangkat berziarah (marak sowan) sekarang juga, biarpun ada kendala-kendala seperti di atas. Sebagaimana saya sudah sering mengalaminya. Manakala saya maneges, meneguhkan hati untuk tetap berangkat demi rasa hormat dan menghargai kepada beliau para leluhur, semua kendala di atas seketika dapat teratasi dan segera menemukan jalan keluarnya. Jangan sampai mengurungkan niat anda untuk berziarah hanya karena kendala-kendala tersebut. Jika anda mengurungkan rencana, berarti anda telah mengingkari janji pada leluhur. Anda menjilat ludah akibatnya cukup fatal buat anda sendiri.
- Jangan Berbalik Arah. Misalnya anda sudah menuju ke arah makam tersebut, namun ada yang kelupaan atau ada barang yang tertinggal di rumah, maka anda jangan sekali-kali berputar lalu balik arah. Biarkan barang itu tertinggal. Misalnya, bila anda kelupaan mengambil uang di ATM, tetap saja lanjutkan cari ATM di sepanjang perjalanan menuju tempat tujuan. Apabila tidak ketemu juga, bisa pinjam teman, atau saudara yang ikut. Jika tidak ada, gunakan uang seadanya saja yang anda bawa saat itu. Pernah suatu ketika, seorang rekan yang akan melaksanakan proyek besar saya ajak untuk ziarah ke Makan Agung Imogiri. Sebelumnya sudah saya warning tidak melakukan beberapa hal yang menjadi pantangan. Dan saya sarankan untuk berbagi sedekah dengan para abdi dalem dan juru kunci. Namun, saat di jalan menuju makam ia terungat kalau kelupaan tidak menyiapkan uang. Sehingga ia harus putar balik kembali ke arah kota, dan baru menemukan ATM saat masuk di pinggiran kota. Saya sudah memberi peringatan jika hal itu sudah menjadi pertanda dalam bentuk kiasan untuk mengurungkan niat melaksanakan proyek besarnya. Sebab proyek yang akan ia laksanakan membahayakan keselamatan rekan saya dan keluarganya. Namun ia merasa sudah terlanjur banyak keluar duit. Dan tetap saja akan menjalankan proyeknya, nah..di tengah jalan saat ia membangun proyek tersebut ia masuk dalam “lingkaran setan” koruptor yang tak bisa ia hindari, sehingga akhirnya ia tak bisa mengelak dan ikut dijebloskan ke dalam penjara. Jika rekan saya tidak kelupaan membawa uang, tidak pula berbalik arah, tetap melanjutkan perjalanan sekalipun lupa bawa uang sedekah, saat ia menjalankan proyeknya walau tidak menghasilkan apa-apa namun ia dan keluarganya akan tetap selamat. Hikmah di balik semua itu adalah peringatan agar dalam menjalani kehidupan ini selalu menjaga sikap eling dan waspada.
- Jaga Sopan Santun. Boleh jadi banyak orang mengira, makam adalah tempatnya orang yang telah mati. Bagi saya pribadi tidak demikian keadaannya. Justru di situlah tempatnya berkumpul orang-orang yang telah hidup di alam sejati. Ibarat balai, padepokan, pesanggrahan, pepunden, monumen, atau terminal yang menghubungkan antara orang yang masih hidup di dimensi bumi dengan yang sudah hidup di alam kehidupan sejati yang jasadnya dikubur di makam tersebut. Yang bisa berkumpul kapan mereka mau di pasarean tersebut, hanya orang-orang yang “lolos seleksi” yakni orang yang meraih kamulyan dan kamulyan sejati. Berkali-kali saya mengadakan rencana untuk marak sowan ke pasarean. Walaupun tidak “woro-woro” terlebih dulu, ternyata leluhur sudah tahu rencana kedatangan kami. Setiba di pasarean tersebut sudah banyak para leluhur yang menanti. Begitulah yang terjadi. Saya merasakan betapa alam kematian (kehidupan sejati) ternyata sangat dekat, bahkan lebih dekat dengan orang-orang yang masih hidup di dimensi bumi. Sejak itu saya menyadari saat kita marak sowan berziarah, para leluhur sudah tahu tanpa kita beri tahukan. Dan yang kita temui adalah bukan orang-orang hidup di dimensi bumi yang masih bercampur aduk dengan hawa nafsu, melainkan orang-orang yang sudah hidup di alam yang sudah bersih dari segala macam nafsu duniawi dan ragawi. Apalah artinya diri kita yang masih hidup berlumuran dengan nafsu. Maka jagalah sopan santun, sikap andap asor, jangan kumalungkung, gede rasa, gede ndase, merasa jagoan dan seterusnya. Itulah alasan mengapa saat kita ke makam terutama makam para leluhur besar tidak boleh membawa benda-benda pusaka bentuk apapun, kecuali yang sudah manjing ke dalam raga dan rasa. Tidak boleh mengenakan perhiasan emas dan berlian. Cara berpakaian juga musti sopan. Biasanya tiap makam ada tatacara berpakaian yang berbeda-beda sesuai adat istiadat yang berlaku di daerah tersebut. Juru kunci akan memandu dan apabila tidak membawa pakaian adat biasanya sudah ada disediakan pakaian untuk disewa.
- Jaga Segala Macam Tutur Kata. Apabila anda marak sowan ke makam para leluhur. Hendaknya menjaga diri agar jangan sampai berkata jorok dan kotor. Jangan berkeluh kesah. Karena melanggar pantangan tersebut sama halnya kita datang dengan sikap melecehkan dan menantang. Akibatnya sangat fatal. Akibat paling ringan, leluhur yang akan memberikan sesuatu buat anda, akan dibatalkan segera. Berkatalah yang baik-baik dan sopan. Sebab apa yang anda ucapkan bisa saja numusi, atau bertuah, apa yang diucap akan terjadi. Celakanya jika apa yang anda ucapkan adalah perkataan yang ditujukan ke orang lain tidak baik bisa berbalik mencelakai diri anda sendiri. Pernah suatu ketika saya mengantar sedulur dari Jakarta untuk ziarah ke Kotagede Panembahan Senopati. Setibanya di jalan menuju makam, ia berkeluh-kesah merasa kepanasan terik matahari, gerah, haus dan cape. “Aduh cape dan panas banget, repot kalau begini. Sepulanganya dari makam, ia bener-bener kerepotan mobilnya distarter tak bisa hidup. Sampai mendatangkan bengkel belum juga berhasil hidup. Akhirnya saya coba maneges apakah gerangan kesalahan orang ini sampai-sampai mobilnya tak bisa hidup. Saya hanya mendengar jawaban tanpa melihat siapa gerangan yang berucap, ”katanya ingin berbakti kepada para leluhurnya tapi kok kurang ikhlas, tidak mau susah, dan banyak berkeluh-kesah. Seketika itu saya anjurkan ke sedulur tadi untuk memohon maaf kepada para leluhur karena kurang ikhlas dan banyak berkeluh kesah saat marak sowan. Setelah sedulur menghaturkan maaf, mobil saya coba starter langsung hidup tanpa perlu ada yang diperbaiki.
- Ikuti Aturan atau Tatacara Yang Berlaku. Masing-masing pasarean memiliki tatacara dan adat yang berbeda-beda. Usahakan anda mematuhi aturan yang berlaku. Sebab kedatangan anda bukan untuk mencari perkara, melainkan mencari sesuatu yang baik untuk diri anda dan sesama. Jangan meludah dan buang “hajat” sembarangan. Bila anda terpaksa melakukan sesuatu yang sifatnya melanggar aturan, sebelumnya mohon ijin. Misalnya anda ingin sekali mengambil gambar di makam tersebut tetapi tidak untuk tujuan kepentingan pribadi, mintalah ijin, ucapkan dalam hati. Tapi bila hanya untuk kepentingan pribadi dan komersial, sudah termasuk sikap serakah. Sebab bila anda meraih keuntunganpun hartanya akan mencelakai diri anda sendiri. Tujuan berziarah jangan sampai keluar dari maksud dan tujuan berziarah itu sendiri, yakni untuk menghormati dan menghaturkan rasa berbakti. Hendaknya urungkan niat anda yang kurang baik misalnya hanya untuk coba-coba dan menjajal ilmu anda.
- Bawalah Ubo Rampe Sekedarnya. Bila anda ziarah ke makam leluhur sendiri, atau makam yang tidak ada juru kuncinya, siapkan peralatan kebersihan misalnya sapu, lap, ember air untuk membersihkan makam. Minimal membersihkan batu nisan leluhur yang kita ziarahi. Membawa bunga disesuaikan dengan adat setempat juga lebih bagus. Sebab hal itu mewujudkan rasa kasih sayang, hormat dan sembah bekti kepada para leluhur yang anda datangi. Dan masing-masing bunga memiliki makna tersendiri, mewakili nurani, berupa harapan dan doa yang tak terucapkan. Taburlah bunga dari arah kaki menuju ke arah kepala. Hal ini menjadi simbol untuk pepeling bagi orang yang masih hidup hendaknya meniti hidup dari “bawah ke atas”. Selain itu cara menabur bunga tersebut merupakan wujud doa dan harapan kita agar supaya leluhur mendapatkan tempat kemuliaan yang sejati di alam kelanggengan.
- Berbagilah Sedekah. Terutama pada orang-orang yang mengabdikan hidupnya untuk merawat dan menjaga makam tersebut. Jangan sampai anda merasa owel, pelit, tidak ihlas. Karena seberapa besar keikhlasan yang anda berikan akan beresonansi dalam kehidupan anda di masa-masa yang akan datang. Semakin besar anda berbagi, semakin tulus anda memberi, maka kebaikan itu akan menjadi berlipat-lipat kembali pada diri anda sendiri. Tak ada yang sia-sia kebaikan yang anda lakukan dengan tulus. Lihat saja para abdi dalem pasarean agung Imogiri dan Kotagede, serta makam-makam besar lainnya. Mereka walaupun hanya mendapat gaji Rp. 36.000 / bulan, tetapi hidupnya selalu kecukupan, ayem tentrem, selamat, dan anak turunnya yang ngunduh anugrah keberuntungan. Anak-anak mereka banyak yang menjadi pengusaha sukses, pejabat, dan orang-orang penting di negeri ini. Bahkan apabila kita turut bersedekah kepada para abdi dalem tersebut, maka safa’at dan berkahnya akan sumrambah / mengalir pada diri kita sendiri dan keluarga. Bila anda sedang ada rezeki berlebih alokasikan dana anda untuk menyumbang perawatan atau perbaikan makam. Tak ada yang sia-sia, uang anda tidak akan berkurang justru bertambah melalui pintu-pintu rejeki manapun seiring dengan ketulusan yang anda berikan. Begitulah efek resonansi dari kebaikan yang kita lakukan akan berlaku.
- Nyawiji. Nyawiji atau satu tujuan. Terutama apabila anda berencana ziarah ke makam leluhur besar, jangan hanya menjadi ampiran atau sekedar mampir saja. Atau bukan menjadi tujuan utama. Niatkan dan rencanakan untuk marak sowan kepada para leluhur besar. Berangkat dari tempat tinggal anda tidak boleh mampir-mampir kecuali berhubungan dengan acara ziarah misalnya membeli uborampe seperti bunga setaman dst. Atau anda menjemput orang yang turut berziarah di tempat yang sama. Selain urusan yang berkaitan ke makam hendaknya jangan dikerjakan. Sepulang anda dari makam, barulah boleh mampir untuk makan, itupun jika benar-benar merasa lapar. Jika tidak, sebaiknya lanjutkan perjalanan sampai tiba di rumah/tempat di mana anda tinggal. Barulah setelah itu anda pergi untuk acara-acara lainnya. Pernah suatu ketika saya hendak pergi ziarah ke Kotagede. Tetapi saya mampir ke bandara untuk mengantar ortu mau pergi ke Sumbar. Setelah itu baru ke pasarean agung Imogiri. Sampai di depan pintu gerbang, kami serombongan mendapati jalan ditutup dengan portal. Rombongan kami juga tidak melihat satupun abdi dalem yang tampak padahal sebelumnya saya sudah pesan ke juru kunci KPH Soerjonagoro mau ziarah hari itu. Dan sudah diberi tahu jika para abdi dalem sudah menunggu kedatangan rombongan kami di atas (di makam). Akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Saat berbalik arah saya mendengar suara yang saya kenal sebelumnya yakni salah satu leluhur besar yang sumare (dimakamkan) di makam tersebut. “kalian pulang saja, para leluhur tidak berkenan menerima kehadiranmu hari ini, lain kali saja datang kemari karena kalian telah lupa melanggar wewaler”. Saya hanya bisa berkata “nyuwun gunging pangapunten dan sendiko dawuh. Saya kemudian telpon juru kunci katanya masih ditunggu para abdi dalem di atas. Bahkan saya sempat telpon salah satu abdi dalem ternyata memang mereka menunggu bahkan salah satu abdi dalem telah siap sejak pagi hingga saat ini di pintu gerbang menunggu kehadiran kami. Tapi kami semua seperti ditutup pandanganya, begitu pula para abdi dalem.
KONSISTEN DAN BERPOSITIF THINKING
Pada saat anda menjalani “laku prihatin”
banyal kendala yang menjadi batu ujian apakah hati anda tetap teguh
atau mudah patah arang. Rasa bosan dan jenuh kadang menghinggapi
perasaan manakala anda menunggu keajaiban/mukjizat yang belum juga
muncul seperti yang anda bayangkan. Walau tidak selalu, namun terkadang
anda justru merasakan kehidupan yang anda jalani terasa semakin berat.
Untuk itu saya hanya bisa menyampaikan pengalaman sendiri dengan harapan
siapa tahu bermanfaat buat para sahabat yang saat ini tengah menjalani laku prihatin.
- Bosan dan Jenuh. Perasaan ini biasa menghinggapi orang-orang yang tengah menjalani laku prihatin dalam rentang waktu yang cukup lama namun belum menampakkan hasil yang diharapkan. Jangan keburu berburuk sangka. Sebab terkadang kita salah menafsirkan semua itu. Tidak setiap orang bisa nggayuh kawicaksanane Gusti. Harapan yang kita sangka baik belum tentu baik untuk diri kita. Sebaliknya, keadaan yang seolah tampak kurang baik, namun akan berujung menjadi sesuatu yang indah pada akhirnya. Lebih indah daripada yang kita harapkan sebelumnya. Untuk itu, sikap yang kita perlukan adalah lebih eling dan waspada, lakukan saja tapa ngeli, sabar, tulus, dan selalu berprasangka baik. Jika sudah sabar hendaknya lebih sabar lagi. Jika sudah tulus hendaknya lebih tulus lagi. Sebab semakin dekat anugrah agung yang kita harapkan, godaannya akan semakin berat pula. Berupa rasa bosan, habis uang, jenuh, lupa, dan pupus harapan. Semakin dekat anugrah untuk kita, semakin berat juga jalan yang harus dilalui.
- Hidup Terasa Semakin Berat. Lebih hati-hatilah apabila setelah sekian lama anda menjalani “laku prihatin” telah merasakan hidup yang semakin berat. Jangan sampai banyak menggerutu, berkeluh kesah, marah-marah. Rumus Tuhan sama halnya kodrat alam. Manakala akan terjadi rob maupun tsunami, lautpun pasti surut terlebih dulu. Saat musim hujan mulai tiba, sumur-sumur justru surut airnya bahkan mengering. Tapi sebulan kemudian airnya kembali penuh bahkan menjadi sangat berlimpah ruah. Ibarat anda akan melompat jauh ke depan, pasti anda memerlukan ancang-ancang atau kaki anda mundur beberapa langkah ke belakang setelah itu kencang berlari untuk mendapatkan loncatan yang jauh ke depan. Saat anda menaiki tangga, pasti terasa berat sekali. Namun saat anda meraih puncaknya, hati menjadi lega, gembira, perasaan puas yang mampu menghilangkan segala keletihan-keletihan. Itu artinya, pada saat anda akan mengalami loncatan menggapai anugrah dan kemuliaan hidup yang tinggi pasti butuh pengorbanan yang tidak ringan. Sebab tak ada anugrah yang gratis. Semua perlu tebusan berupa keprihatinan termasuk di dalamnya lara-lapa, lara-wirang, tapa-brata, tapa-ngrame dan harus disertai pula dengan tapa-ngeli. Semakin besar anugrah, semakin besar pula tebusannya. Penderitaan, keprihatinan, dipermalukan orang lain, sikap menahan diri dan mawas diri, giat dalam membantu dan menolong sesama, semua itu bagaikan anda mengumpulkan modal yang akan digunakan untuk menebus anugrah agung.
- Jangan Berkeluh-Kesah. Pada saat anda sedang “mengumpulkan modal”, sedang mengalami “ancang-ancang” yang anda rasakan begitu berat, hendaknya lebih berhati-hati agar supaya jangan sampai suka menggerutu atau sikap tidak tulus menjalani keprihatinan tersebut. Keluh kesah, menggerutu hanya akan membatalkan anugrah yang sudah dekat menunggu anda. Sebaliknya, bangunlah sikap bisa-o rumangsa, jangan mentang-mentang rumangsa bisa.