Semua manusia mengetahui kalau takdir itu diciptakan dan ditentukan oleh
Tuhan, kecuali mereka yang tidak beragama. Tapi mengapa begitu banyak
orang yang suka mentakdirkan dirinya sendiri, percaya atau tidak inilah
kenyataan yang sering terjadi di lingkungan kita tanpa disadari.
Kebiasaan mentakdirkan diri sendiri biasanya erat dengan konotasi negatif, mereka adalah orang yang mudah menyerah pada keadaan tanpa mencoba melangkah kedepan. Seperti halnya seorang pecundang yang tidak berani memperjuangkan hak dan mimpinya, dan lebih memilih untuk pasrah. Perumpamaan ini sangat sering kita dengan secara tidak langsung di kehidupan sehari-hari, berikut ini contohnya:
A: Nanti setelah lulus SMA, kuliah dimana?
B: Kuliah di universitas X saja, masuknya lebih mudah.
A: Mengapa tidak mencoba di universitas Y yang lebih baik.
B: Percuma, aku nggak bakal diterima.
A: Apakah kamu tidak ingin bekerja di pabrik itu?, penghasilannya lebih besar lho.
B: Tidak mungkin diterima, pasti gagal kalau tes interview.
A: Mengapa kamu tidak menjadi penyanyi profesional saja, daripada hanya menyanyi di kafe?. Suara kamu bagus lho.
B: Ya mana mungkin sih orang yang punya tampang sepertiku menjadi idola para fans. Lagian juga butuh biaya mahal untuk masuk industri musik.
Dari tiga contoh di atas, B adalah orang suka mentakdirkan dirinya sendiri. Ia tidak berani mencoba, bahkan pasrah kalau hal tersebut tidak mungkin menjadi kenyataan. Padahal yang seperti kita ketahui, Takdir terbagi menjadi dua yakni takdir yang telah pasti dan masih bisa diubah sesuai dengan usaha dan doa kita. Tapi mengapa banyak sekali orang yang menyerah pada kenyataan?.
Demikian ulasan yang dapat aku sampaikan, semoga setelah membacanya anda menjadi orang yang lebih berani menghadapi kenyataan, tidak mudah menyerah dan tidak suka mentakdirkan diri sendiri
Kebiasaan mentakdirkan diri sendiri biasanya erat dengan konotasi negatif, mereka adalah orang yang mudah menyerah pada keadaan tanpa mencoba melangkah kedepan. Seperti halnya seorang pecundang yang tidak berani memperjuangkan hak dan mimpinya, dan lebih memilih untuk pasrah. Perumpamaan ini sangat sering kita dengan secara tidak langsung di kehidupan sehari-hari, berikut ini contohnya:
A: Nanti setelah lulus SMA, kuliah dimana?
B: Kuliah di universitas X saja, masuknya lebih mudah.
A: Mengapa tidak mencoba di universitas Y yang lebih baik.
B: Percuma, aku nggak bakal diterima.
A: Apakah kamu tidak ingin bekerja di pabrik itu?, penghasilannya lebih besar lho.
B: Tidak mungkin diterima, pasti gagal kalau tes interview.
A: Mengapa kamu tidak menjadi penyanyi profesional saja, daripada hanya menyanyi di kafe?. Suara kamu bagus lho.
B: Ya mana mungkin sih orang yang punya tampang sepertiku menjadi idola para fans. Lagian juga butuh biaya mahal untuk masuk industri musik.
Dari tiga contoh di atas, B adalah orang suka mentakdirkan dirinya sendiri. Ia tidak berani mencoba, bahkan pasrah kalau hal tersebut tidak mungkin menjadi kenyataan. Padahal yang seperti kita ketahui, Takdir terbagi menjadi dua yakni takdir yang telah pasti dan masih bisa diubah sesuai dengan usaha dan doa kita. Tapi mengapa banyak sekali orang yang menyerah pada kenyataan?.
Demikian ulasan yang dapat aku sampaikan, semoga setelah membacanya anda menjadi orang yang lebih berani menghadapi kenyataan, tidak mudah menyerah dan tidak suka mentakdirkan diri sendiri