Bagi kebanyakan orang puncak gunung
yang senantiasa tersapu angin dan terpencil tetap dianggap sebagai
tempat angker. Lengkingan suara gas yang keluar dari gunung berapi
sering dianggap sebagai suara roh-roh yang menderita karena penyiksaan
yang luar biasa.
Pada saat cuaca cerah, hanya sedikit tempat di Jawa
yang gunungnya tidak dapat dilihat. Para penjelajah lautan dulu
mengenali pulau Jawa dari gunung-gunungnya. Semua gunung yang ada berupa
gunung berapi, meskipun beberapa diantaranya sudah tua. Pada masa
penjelajahan dunia yang pertama Sir Frances Drake
ketika melihat Gn.Slamet segera mengarahkan perahunya dan berlabuh di
Cilacap. Sebelum agama Hindu masuk ke pulau Jawa, puncak-puncak
pegunungan yang tertutup hutan dianggap sebagi tempat kediaman para Dewa
dan tempat bersemayam roh-roh orang mati. Menarik sekali bahwa
Gn.Semeru, pusat dari "kosmos-hindu" dipercaya sebagai sebuah gunung
tinggi yang dikelilingi oleh empat atau delapan gunung lainnya yang yang
memiliki puncak lebih rendah. Bentuk gunung Penanggungan, di sebelah
selatan kota Surabaya, dahulu memiliki bentuk menyerupai deskripsi
tersebut. Berlusin-lusin candi, kuil dan tempat-tempat suci lainnya
dibangun disini, 81 diantaranya masih dapat dikenali. Lebih dari seribu
tahun yang lalu pengaruh agama Budha kemudian Hindu di Jawa saling
bercampur dan memperkuat satu sama lain, membangun kepercayaan mula-mula
tentang adanya Dewa-Dewa penguasa alam, roh-roh, hantu, setan,
bidadari, dan para mahluk halus (lelembut). Di tempat yang subur
mendukung terpenuhinya perlengkapan candi, tempat-tempat suci,
kependetaan, dan upacara-upacara. Candi sering ditempatkan dilokasi yang
menurut adat istiadat dianggap suci misalnya di gunung. Sejak itu
gunung-gunung sering didaki oleh para pejiarah-pejiarah Hindu. Beberapa
patung di tempatkan di puncak Gn.Salak, Gn.Malabar, tempat penyembahan
di Gn.Argapura, sejumlah candi di bangun di Gn.Penanggungan. Masyarakat
Jawa menganggap laut sebagai tempat yang "Jahat", terutama laut selatan
berada dibawah kekuasaan seorang Ratu-Roh yang sangat berkuasa Nyai Roro
Kidul, yang juga sebagai perwujudan "Dewi Laut" dalam kepercayaan
Hindu. Orang yang tenggelam di laut selatan dipercaya bahwa mereka
dijadikan hamba dalam kerajaannya. Hutan dipandang sebagi tempat yang
gelap yang dihuni oleh makhluk halus, jembalang, jin, peri, gendruwo,
wewe, dan tukang sihir, yang dapat menimbulkan sakit bagi yang sering
menjelajah hutan. Segala gangguan terhadap makrokosmos dapat
mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan umat manusia. Hutan juga
dipandang sebagai tempat kediaman manusia bijaksana yang menyepi dan
hidup sebagai pertapa. Banyak kaum bangsawan pemberani datang meminta
nasehat dan berlatih meditasi dari mereka. Gua-gua dalam hutan digunakan
untuk meditasi dan berdoa. Orang yang berani memasuki hutan dianggap
sebagai seorang pemberani atau sinting. Rasa takut telah melindungi
beberapa hutan dari gangguan manusia, diantaranya hutan-hutan di
Gn.Halimun yang angker, Gn.Slamet yang angker, Gn.Penanggungan yang
suci, dan Gn.Batukuha, dibandingkan hutan lainnya yang tidak dianggap
angker. Hutan di Gn.Pancar di dekat Citeureup-Bogor dibiarkan tidak
terganggu karena adanya pemakaman suci, sehingga sekarang masih dihuni
60 jenis burung dan sekelompok lutung Jawa. Perasaan ngeri dan takut
berada di tengah hutan adalah sesuatu yang alami. Apalagi dengan
berbagai kepercayaan tradisional, tetapi bisa juga disebabkan oleh rasa
hormat terhadap suasana lingkungan yang liar, yang berkembang menjadi
penghargaan dan perhatian terhadap lingkungan. Banyak penduduk kota yang
berpengatahuan, mengatakan bahwa mereka tidak percaya pada dunia roh
dan upacara-upacara tradisional seperti pemberian sesajen untuk roh-roh
penjaga ditempat suci/angker sudah mulai berkurang. Sangatlah keliru
bila kita menganggap rendah nilai penting spiritual tradisional yang
dipercaya sebagian masyarakat Jawa dan Bali. Sesajen dalam bentuk
kemenyan, bunga, makanan dapat ditemukan di gunung-gunung, terutama
gunung yang memiliki arti mistik tertentu. Masyarakat sekitar gunung
Merapi pun masih sering mengadakan upacara pemberian sesaji untuk
Gn.Merapi. Upacara Yadnya Kasada oleh masyarakat tengger, yakni
pemberian korban sesaji untuk Gn.Bromo. Masyarakat Jawa yang beragama
Islam maupun Kristenpun masih tersusupi berbagai kepercayaan kebatinan
tradisional. Pengaruh Hindu juga masih dapat ditemukan dalam berbagai
hal, seperti nasi gunungan (nasi tumpeng) yang melambangkan Gunung
Mahameru. Panembahan Senopati yang muslim pendiri kerajaan Mataram
memperoleh kemenangan dalam perang di Prambanan melawan kerajaan Pajang,
dengan memohon bantuan Nyai Roro Kidul dan Jin penguasa gunung Merapi
yang meletus menewaskan pasukan Pajang. Sejak jaman dahulu gunung begitu
dihormati dan dianggap suci , sudah selayaknya kita pun para pendaki
menghormati gunung, pohon, alam, angin, sungai, batu, hutan, binatang
dan segala ekosistem yang ada di gunung. Begitu juga dengan
pantangan-pantangan yang dipercaya masyarakat setempat harus kita
hormati. Penghormatan kita kepada alam, setidaknya dengan tidak merusak
atau mencemari agar tidak kuwalat.