Presiden kedua Indonesia Soeharto menggunakan tentara untuk melanggengkan kekuasaannya. Ada empat jenderal andalan Soeharto. Mereka loyal dan mau melakukan apa saja demi menjaga kekuasaan Orde Baru.
Para jenderal ini memiliki kekuasaan yang nyaris tak terbatas. David Jenkins, wartawan Australia yang menulis buku ‘Suharto dan His Generals: Indonesia Military Politics 1975-1983, menyebut empat jenderal ini sebagai para jenderal lingkaran dalam Soeharto.
Ciri-cirinya, dekat secara pribadi, bukan sebatas tugas. Memiliki peran di bidang intelijen, serta memiliki jabatan rangkap di bidang strategis. Saat itu yang melawan Soeharto langsung diberangus.
Empat jenderal ini pula yang ‘menghabisi’ lawan-lawan Orde Baru, seperti Jenderal Nasution, Letjen Ali Sadikin, Jenderal Hoegeng dan para penentang Soeharto lainnya.
Siapa empat jenderal setia tersebut?
1. Jenderal Benny Murdani
Jenderal Benny Murdani menjabat Kepala Pusat Intelijen Strategis (Kapusintelstrat) sekaligus wakil kepala Bakin merangkap Asisten 1 Intelijen Hankam. Tiga jabatan strategis di dunia intelijen Indonesia.
Dengan kewenangan itu, Benny punya kuasa menggerakkan pasukan elite baret merah TNI AD yang kala itu bernama Kopasandha. Sepak terjang Benny di antaranya memimpin operasi pembebasan sandera Woyla di Thailand serta membeli pesawat tempur A4 Skyhawk dari Israel.
Benny diangkat menjadi Panglima ABRI. Secara pribadi dia sangat dekat dengan Soeharto. Karirnya disebut-sebut berhenti saat dia meminta Soeharto untuk menegur anak-anaknya yang mulai kebablasan di bidang ekonomi. Soeharto marah dan mencopot jenderalnya yang setia ini.
2. Laksamana Sudomo
Sudomo mengenal Soeharto sejak lama. Mulai dari operasi Trikora, dimana Mayjen Soeharto menjabat Panglima Mandala. Ketika itu Soedomo memimpin seluruh kekuatan matra laut dalam komando Mandala. Selama operasi, otomatis Sudomo berada langsung di bawah Soeharto.
Setelah itu, hubungan keduanya makin erat. Sudomo bahkan sempat menempati posisi nomor satu di tubuh TNI AL tahun 1969-1973 sebagai kepala staf. Dia kemudian dipilih menjadi Wakil Panglima Panglima Kopkamtib mendampingi Soemitro. Kemudian menjadi Kopkamtib.
Sudomo pula yang ‘menghajar’ para Petisi 50 yang mengkritik Soeharto. Dia ikut mencekal Jenderal Hoegeng tampil di TV. Mungkin karena kesal dengan Sudomo ini, Hoegeng kemudian memberi nama orangutan miliknya dengan nama Pak Domo.
3. Letjen Ali Murtopo
Letjen Ali Murtopo menjabat wakil kepala Bakin. Dia sangat dekat dengan Soeharto, semenjak masih berada di Kodam Diponegoro Jawa Tengah.
Ali Murtopo seorang ahli intelijen. Dia pernah memimpin tim untuk meredakan konflik Indonesia dan Malaysia pada era Dwikora. Lalu dia juga yang diduga membuat islamphobia di Indonesia.
Ali Murtopo mengumpulkan sejumlah pejuang Negara Islam Indonesia (NII), kemudian melakukan radikalisasi. Kelompok ini pula yang kemudian melakukan sejumlah perampokan dan pembajakan, termasuk pembajakan pesawat Woyla. Banyak yang menuding pembajakan tersebut cuma rekayasa Intelijen.
Ali Murtopo juga yang mendirikan Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang menjadi dapur kebijakan pemerintahan Orde Baru.
4. Jenderal Yoga Sugama
Jenderal Yoga Sugama menjabat Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin). Yoga dekat dengan Soeharto sejak Soeharto menjadi Panglima Kodam Diponegoro di Jawa Tengah. Saat Soeharto menjadi Pangkostrad, Yoga dkk ikut diajak ke Jakarta.
Hubungan Yoga dan Soeharto sangat dekat. Yoga dikenal sebagai orang yang menjauhi publistitas.
Yoga Sugama juga pernah bertugas sebagai Duta Besar/Wakil Kepala Perwakilan Tetap RI di PBB, New York, Amerika Serikat (1971-1974).
Sumber : Merdeka