PENAMPILAN fisiknya menunjukkan cita
rasa arsitektur tingkat tinggi. Belum lagi ada cerita mistis yang
menyertainya. Tak heran jika masjid ini menarik perhatian. Setiap
harinya, ribuan wisatawan datang ke masjid ini. Tak hanya dari daerah Jawa Timur dan kota-kota di sekitar Jawa, tapi juga dari luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan dan Sumatera.
Masjid Ajaib, begitu wisatawan menyebutnya. Sedangkan masyarakat
sekitar menamainya Masjid Tiban. Disebut Masjid Tiban karena konon
masjid yang sangat megah ini
ada tiba-tiba (tiban). Masyarakat setempat mengaku tidak mengetahui
kapan proses pembangunan masjid, sehingga beredar mitos masjid ini
dibangun oleh jin dalam waktu hanya semalam. Masyarakat mengaku, tidak
pernah melihat tumpukan material dan juga lalu lalang pekerja.
Terlepas dari desas-desus yang berbau mistis tersebut, masjid yang
berada di kawasan Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah Bihaaru Bahri
‘Asali Fadlaailir Rahmah atau Bi Ba’a Fadlrah yang mempunyai makna Laut
Madu ini, memang benar-benar menarik. Terletak di Jln. K.H. Wahid
Hasyim, Gang Anyar RT 27 RW 06, Desa Sananrejo, Kecamatan Turen,
Kabupaten Malang, Jawa Timur ini, arsitektur bangunan ponpes dan masjid
didominasi gaya Timur Tengah. Ada juga unsur Cina dan Jawa. Didominasi
warna biru, keberadaan ponpes dan masjid sangat mencolok diantara
bangunan-bangunan lain di sekitarnya.
Melihat keindahan masjid dan ponpes berlantai 10 ini, orang pasti
menduga dirancang oleh arsitektur terkenal. Tetapi kenyataannya,
rancangan bangunan berdasarkan hasil istikharah pendirinya, yaitu Romo
Kiai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam, atau
yang akrab disapa Romo Kiai Ahmad. Dari beberapa sumber yang diperoleh
Kisuta.com, pembangunannya dimulai tahun 1963 dan secara bertahap
dilanjutkan pada tahun 1978, seiring dengan adanya sejumlah santri yang
menetap.
Sampai tahun 1992, pembangunan terus berlangsung, tetapi tidak
dilakukan besar-besaran, melainkan disesuaikan dengan kemampuan sang
pemilik. Setelah sempat berhenti cukup lama, baru pada tahun 1998
pembangunan dilanjutkan lagi. Menurut Kisyanto, salah seorang panitia
Ponpes Bi Ba’a Fadlrah yang akrab disapa Pak Kis, Romo Kiai benar-benar
membangunan ponpes dengan material seadanya, tanpa berusaha meminta
bantuan. Bahkan, batu merah dipasang dengan adonan dari tanah liat yang
dalam bahasa Jawa disebut ledok. Meskipun bangunan ponpes berlantai 10,
namun pembangunannya benar-benar tidak menggunakan alat-alat berat dan
modern, seperti halnya membangung gedung bertingkat. Semuanya dikerjakan
oleh para santri dan beberapa penduduk di sekitar pondok.
Jadi, tidak benar kalau ponpes termasuk masjid di dalamnya, dibangun
oleh jin. Bantahan soal keterlibatan jim dalam pembangunan tersebut,
ditempel di depan meja penerima tamu dengan tulisan besar-besar. Begini
bunyinya, “Apabila ada orang yang mengatakan bahwa ini adalah pondok
tiban (pondok muncul dengan sendirinya), dibangun oleh jin dsb., itu
tidak benar. Karena bangunan ini adalah Pondok Pesantren Salafiyah
Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah yang murni dibangun oleh para
santri dan jamaah.”
Tenang dan damai
Rasa tenang dan damai begitu terasa saat memasuki pintu gerbang
setinggi 9 hingga 10 meter yang dihiasi ornamen huruf Arab berwarna
biru, menyambut para pengunjung. Ketika menyusuri bangunan, suasana
terasa sangat sejuk karena di sekelilingnya masih banyak tumbuh
pepohonan yang rimbun.
Bangunan utama memiliki 10 lantai, lantai 1 hingga lantai 4 tempat
kegiatan pondok, sedangkan lantai 6 ruangan keluarga, di lantai 5, 7,
dan 8 ada kios makanan kecil yang sangat murah harganya, dan juga busana
muslim. Di dalam
bangunan ada ruangan akuarium dan perpustakaan berisikan buku-buku
Islam. Tak hanya unik, di dalam ponpes tersebut juga tersedia kolam
renang, dilengkapi perahu yang hanya khusus untuk dinaiki wisatawan
anak-anak. Ada juga berbagai jenis binatang seperti kijang, monyet,
kelinci, aneka jenis ayam dan burung. Sekeliling ponpes dipercantik
dengan bangunan kecil seperti menara yang ada di setiap masjid.
Di lantai dasar, pintu masuk dibuat berlorong dan dihiasi dengan
lampu yang memberi nuansa damai. Di pintu gerbang utania, pengunjung
akan melihat dua bangunan mirip guci yang sangat besar dan tinggi
berwarna orange dan biru. Keduanya berfungsi sebagai pos. Di sisi kanan
terletak sebuah taman yang dikelilingi pagar seperti taman bergaya
Persia atau India.
Di lantai dasar, saat memasuki pintu utama, harus melalui lorong yang
sisi kiri dan kanan penuh hiasan ornamen berbentuk daun, bunga, dan
kaligrafi yang juga didominasi warna biru muda. Masih di lantai dasar,
ada beberapa ruang menyerupai gua yang dipenuhi batu-batu dan diterangi
dengan lampu. Sementara di sisi kiri-kanannya ada beberapa akuarium
berjajar dipenuhi berbagai macam ikan hias.
Semakin lama kita menyususuri ponpes, semakin banyak menemukan
keindahan. Di lantai dua dan tiga terdapat Musholla yang terhubung
dengan tempat wudlu pria dan wanita yang mampu menampung hingga ribuan
jamaah. Memasuki lantai empat dan lima ditemukan tempat yang sangat
akrab dengan rumah tinggal layaknya rumah kebanyakan. Di lantai ini
tempat kediaman keluarga yang dilengkapi dengan dapur dan ruang makan
yang mampu menampung sekitar 20 orang. Di lantai ini ditempati keluarga
almarhum Romo Kiai Ahmad.
Begitu sampai di lantai sembilan, pengunjung dapat melihat
pemandangan yang indah baik didalam maupun diluar kompleks ponpes.
Selain itu, di salah satu tempat juga terdapat area khusus untuk satwa,
seperti kera dan beberapa macam satwa lainnya. Setelah puas keliling ke
semua ruangan dan menjelajahi masjid hingga lantai delapan, pengunjung
bisa beristirahat melepas lelah, karena di lantai ini terdapat deretan
toko yang menjual minuman dan oleh-oleh khas Malang dan lengkap dengan
koperasi yang menjual baju dan kebutuhan sehari-hari.
Sesuai dengan
tujuan pembangunan Ponpes Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah, yaitu
menciptakan ketenangan dan ke kekhusuan, maka pengunjung akan
mendapatkan suasana tersebut.