.

1 Jul 2013

tuah keris lurus dan luk

TUAH KERIS LURUS DAN LUK

Dari bentuknya, secara garis besarnya, ada 2 macam jenis keris, yaitu keris lurus dan keris ber-luk (lekuk). Sebagai senjata fisik, keris lurus berfungsi murni sebagai senjata tusuk dan sabet, menjadi senjata yang diandalkan untuk menusuk dan merobek tubuh lawannya. Dan seperti kebanyakan senjata tarung lainnya, racun pada keris (warangan) akan sangat menyakiti lawan dan bahkan bisa membunuhnya, walaupun hanya tergores sedikit saja. Tidak demikian dengan keris ber-luk. Keris ber-luk, selain sebagai senjata tusuk dan sabet, bentuk luk-nya juga berguna dalam menahan dan menangkis senjata lawan, tidak mudah patah bila berbenturan menangkis senjata lawan, dan menghasilkan luka yang lebih lebar dan lebih parah bila berhasil menusuk lawan. Yang terakhir ini sering tidak disadari oleh kebanyakan orang, karena secara filosofis jawa, hal demikian memang tidak pantas diutarakan. Selain itu, bentuk luk keris juga menjadi pakem untuk menunjukkan makna spiritual kerisnya. Jadi oleh empu pembuatnya, bentuk luk keris memang sengaja dibuat dengan tujuan lain yang tersembunyi, bukan hanya sebagai bentuk pemanis. Berbagai jenis keris pada dasarnya merupakan senjata yang bersifat pusaka (bernilai pribadi secara psikologis bagi pemiliknya) dan menjadi senjata pamungkas dalam penggunaannya. Dalam tulisan ini Penulis ingin menjelaskan sisi spiritual dari masing-masing bentuk keris yang mungkin kita memiliki salah satunya, sbb
  Keris Lurus.

Jenis keris lurus adalah jenis yang sederhana dalam bentuknya pada awalnya. Namun sesuai perkembangan jaman bentuk lurusnya tidak lagi sederhana, karena dihiasi dengan bermacam-macam motif pamor, dapur keris dan hiasan, seperti pamor udan mas dan melati rinonce.
Dalam kategori keris lurus termasuk juga pusaka lain yang tidak mirip keris tetapi sering disebut keris, seperti keris dapur banyak angrem, keris dapur semaran atau keris yang berbentuk gunungan.
Jenis keris lurus mengandung sisi spiritual dalam pembuatannya sebagai lambang kelurusan hati, kepercayaan diri dan mental yang kuat, keteguhan hati pada tujuan dan sarana pemujaan kepada Sang Pencipta. Sesuai sifat kerisnya itu, si pemilik keris diharapkan selalu menjaga kelurusan dan keteguhan hati, tekun beribadah, menjaga moral dan budi pekerti dan sikap ksatria.
Keris lurus juga diidentikkan sebagai lambang ksatria, ketulusan hati dan sikap setia pada tanggung jawab, dan menjadi sarana doa untuk menundukkan keilmuan orang-orang jahat, untuk membela kebenaran dan orang-orang yang tertindas. Banyak ksatria jaman dulu yang lebih memilih keris lurus daripada keris ber-luk.
Dalam ritual-ritual pemujaan, selain si pemilik beribadah kepada Yang Maha Kuasa, keris itupun diberi sesaji dan doa sebagai sarana menyatukan kebatinan, menjadi satu kesatuan kebatinan supaya doa-doa dan permohonan sang pemilik keris, bersama kerisnya, dapat sampai kepada Yang Dipuja. Bagi pemiliknya, keris lurus berguna, selain sebagai senjata dan pusaka, juga menjadi sarana untuk membantu dalam kerohanian.

Pada masanya, keris bukan hanya menjadi senjata ataupun pusaka, tetapi juga dianggap sebagai 'berkah' (wahyu) dari dewa kepada sang pemilik keris, sesuai agama manusia pada masa itu. Karena itulah sang pemilik keris akan benar-benar menjaga dan memelihara kerisnya, bahkan juga akan meng-"keramat"-kannya, lebih daripada sekedar senjata atau pun jimat.

Dalam ritual kerohanian, ada juga suatu jenis keris lurus yang dijadikan sarana pembersihan gaib dari mahluk halus yang mengganggu (keris sajen), seperti dalam ritual ruwatan sengkolo, ritual bersih desa, pemberkatan pembukaan lahan baru, dsb, yang biasanya kemudian keris itu akan dilarung.
Pada jaman sekarang ini, dibandingkan jenis keris ber-luk, biasanya jenis keris lurus masih memberikan satu rangkaian tuah yang lengkap. Rangkaian kesatuan tuah yang lengkap ini jarang sekali didapatkan dari keris-keris ber-luk pada jaman sekarang ini. Dalam pemeliharaannya, dibandingkan keris ber-luk, biasanya keris lurus lebih banyak menuntut untuk sering diberi sesaji.
Biasanya ketajaman energi gaib keris lurus dapat dirasakan ketika ujung kerisnya diarahkan kepada seseorang. Secara umum, walaupun bentuknya lebih sederhana, namun keris lurus memiliki kegaiban dan wibawa yang lebih kuat dan lebih wingit  dibandingkan keris ber-luk. Selain itu, karena wibawa kegaibannya yang kuat, 

           Keris Luk 1.
Dalam pembuatannya, keris ber-luk 1 memiliki makna sebagai sarana untuk membantu pemiliknya mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa dan membantu supaya keinginan-keinginan si pemilik dapat lebih cepat tercapai, misalnya keinginan dalam hal kekuasaan, kepangkatan dan derajat.
Angka 1 merupakan lambang harapan dan karunia kesejahteraan, kemakmuran dan kemuliaan. Dibandingkan keris lurus, keris ber-luk 1 lebih menandakan kekuatan hasrat duniawi manusia yang ingin dicapai.
Biasanya keris ber-luk 1 mengeluarkan hawa aura yang agak panas dan sifat energi yang tajam. Kebanyakan dibuat untuk tujuan kesaktian, kekuasaan dan wibawa.

          Keris Luk 3.


Makna spiritual dalam pembuatan keris ber-luk 1 dan 3 hampir sama, yaitu sebagai lambang kedekatan manusia dengan Sang Pencipta, dan juga sebagai sarana membantu mempercepat tercapainya keinginan-keinginan  sang pemilik keris.
Dibandingkan keris ber-luk 1, keris ber-luk 3 lebih menonjolkan keseimbangan antara kehidupan kerohanian dan duniawi manusia, keseimbangan antara sisi spiritual dan jasmani, kemapanan duniawi dan batin dalam menjalani kehidupan di dunia.

Dibandingkan keris ber-luk 1,  kegaiban di dalam keris ber-luk 3 lebih dapat menyesuaikan diri dengan spiritual / psikologis si pemilik. Hawa aura energinya juga lebih halus dan lembut.
           Keris Luk 5.

Contoh keris pulanggeni luk 5.

Pada jaman kerajaan dahulu di jawa, keris-keris ber-luk 5 hanya boleh dimiliki oleh raja, pangeran dan keluarga raja, dan para bangsawan yang memiliki kekerabatan atau memiliki garis keturunan raja, bupati dan adipati. Selain mereka, tidak ada orang lain yang boleh memiliki atau menyimpan keris ber-luk 5.
Demikianlah aturan yang berlaku di masyarakat perkerisan jaman dulu. Keris ber-luk 5 hanya boleh dimiliki oleh orang-orang keturunan raja dan bangsawan kerabat kerajaan, memiliki kemapanan sosial dan menjadi pemimpin di masyarakat. Dengan kata lain, keris ber-luk 5 disebut juga Keris Keningratan.
Biasanya keris ber-luk 5 dibuat untuk tujuan memberikan tuah yang menunjang wibawa kekuasaan dan supaya dicintai / dihormati banyak orang. Keris-keris jenis ini diciptakan untuk menjaga wibawa dan karisma keagungan kebangsawanan / keningratan, dihormati dan dicintai rakyat dan bawahan, dan menyediakan kesaktian yang diperlukan untuk menjaga wibawa kebangsawanan itu.
Biasanya keris-keris ber-luk 5 lebih banyak menuntut untuk diberi sesaji dibandingkan keris lurus dan keris ber-luk lainnya.
Selain keris-keris ber luk 5, yang tergolong dalam jenis keris keningratan adalah pusaka-pusaka yang dahulu menjadi lambang kebesaran sebuah kerajaan / kadipaten / kabupaten, yang hanya patut dimiliki oleh seorang raja, adipati, dan bupati jaman dulu atau keturunan mereka yang masih membawa sifat-sifat dan derajat leluhurnya itu. Selain itu, yang tergolong dalam jenis keris ini adalah juga keris-keris yang dahulu diperuntukkan untuk keningratan dan kebangsawanan, seperti keris-keris berdapur nagasasra dan singa barong.
Pada jaman sekarang jenis keris keningratan ini masih memberikan satu rangkaian tuah yang lengkap, yaitu tuah kesaktian dan wibawa kekuasaan, jika, dan hanya jika, keris-keris itu dimiliki oleh orang-orang yang sesuai dengan tuntutan kerisnya.
Keris-keris yang bertuah keningratan dan kebangsawanan, misalnya keris-keris ber-luk 5 atau keris-keris singa barong, menginginkan seorang pemilik yang juga memiliki garis keturunan ningrat / bangsawan,

            Keris Luk 7.

Angka 7 merupakan lambang kesempurnaan illahi.
Keris ber-luk 7 terutama diperuntukkan bagi orang-orang yang menganggap hidup keduniawiannya sudah sempurna, sudah cukup, sudah tidak lagi mengejar keduniawian untuk lebih menekuni hidup kerohanian. 
Keris ber-luk 7 dibuat untuk raja dan keluarga raja yang sudah mandito  dan untuk tujuan kemapanan kerohanian / kesepuhan, dimaksudkan untuk dimiliki oleh raja atau keluarga raja yang sudah matang dalam usia dan psikologis atau yang sudah mandito.

            Keris Luk 9.



Keris ber-luk 9 juga dibuat untuk tujuan kemapanan kerohanian dan kesepuhan. Dikhususkan untuk dimiliki oleh para pandita atau panembahan dan para sesepuh masyarakat.
Selain memberikan tuah keselamatan, kerohanian, keilmuan dan perbawa kesepuhan, jenis keris ini biasanya mengeluarkan hawa aura yang sejuk.


            Keris Luk 11.


Contoh Keris dapur  luk 11.

Keris ber-luk 11, mungkin awalnya dibuat untuk mendobrak kemapanan / pakem pembuatan keris pada jamannya, mengingat angka 11 tidak mempunyai makna tertentu dalam budaya jawa.
Keris ber-luk 11 biasanya memiliki pembawaan yang teduh, tidak angker, tetapi dibalik keteduhan itu terkandung suatu energi gaib yang tajam yang siap menembus pertahanan perisai gaib lawan.
Contoh keris ber-luk 11 adalah Keris Sabuk Inten dan Keris Sengkelat yang terkenal sakti dan banyak dibuat tiruannya. Keduanya memiliki pembawaan yang teduh, tidak angker. Tetapi dibalik keteduhan itu terkandung suatu energi gaib yang tajam yang siap menembus pertahanan perisai gaib lawan, apalagi bila ujung kerisnya diarahkan kepada seseorang.
Awalnya Keris Sengkelat luk 11 memang membingungkan banyak orang karena tidak sesuai dengan kebiasaan / pakem keris yang umum. Selain karena jumlah luk-nya yang 11, keris ini juga berwarna hitam gelap, tidak mengkilat dan tidak berpamor (keleng). Namun karena kesaktiannya yang sangat tinggi, keris ini kemudian banyak dibuat turunannya / tiruannya (tetiron) yang disebut keris-keris berdapur sengkelat.

           Keris Luk 13.

Contoh Keris ber-luk 13.


Angka 13 dalam budaya jawa mempunyai makna yang jelek, yaitu kesialan, musibah atau malapetaka. Pembuatan keris ber-luk 13 dimaksudkan dengan kesaktian dan wibawa kekuasaannya, keris ini menjadi penangkal kesialan atau musibah. Keris ber-luk 13 biasanya dibuat untuk tujuan kesaktian dan wibawa kekuasaan.

Contoh keris ber-luk 13 yang terkenal adalah keris Nagasasra yang bersifat penguasa, pengayom dan pelindung. Aura wibawa keris ini sangat kuat. Aura wibawanya menunjang kewibawaan pemiliknya supaya disujuti banyak orang dan wataknya sebagai pengayom dan pelindung akan selalu melindungi orang-orang yang berlindung kepadanya.

lambang Bekasi tempo doeloe

 
 
 
 
Berdasarkan Perda No. 12/PD/1962, lambang terbagi dalam 3 bagian, yakni: 
1. BAGIAN ATAS
Dasar berwarna hijau muda, melambangkan daerah ditinjau dari segi geografi adalah (tanah) dataran rendah yang subur, akan suburnya makmur dilambangkan dengan dua untai hasil bumi.
Pertama: sebelah kanan, untaian padi dengan 17 butir padi berwarna kuning-mas, melambangkan daerah sebagai penghasil padi.
Kedua: 8 macam buah-buahan berwarna kuning-mas, melambangkan daerah sebagai penghasil buah-buahan palawija/sayur-mayur, secara tidak langsung juga menghasilkan barang-barang kerajinan tangan dan industry ringan, ternyata dari rangkaian untaian padi maupun buah-buahan.
2. BAGIAN TENGAH
Melambangkan rakyatnya dengan sebilah “golok ujung ke atas” terletak di tengah-tengah kedua antara untaian yang terdiri dari dua bagian :
1.   Gagang berwarna “hitam”, melambangkan ketabahan
2.   Punggung golok berwarna “putih”, melambangkan kesucian
3. BAGIAN BAWAH
Terdiri dari dua bagian, bagian pertama melambangkan keadaan sejarah, sedangkan bagian bagian kedua melambangkan keadaan pemerintahan.
a. Keadaan sejarah
Bagian bawah dari lambang (perisai) digambarkan laut dengan warna gelombang berwarna putih. Lambang “laut” memberikan makna perjuangan, karena laut selalu bergelombang/bergolak. Gelombang laut terdiri dari enam buah yang melambangkan enam zaman yang dialami daerah Bekasi.
Gelombang 1: zaman pemerintahan “Tarumanegara/Purnawarman” (zaman hindu/budha)
Gelombang 2: zaman pemerintahan Negara “Pajajaran”
Gelombang 3: zaman pemerintahan “Jayakarta” Jakarta
Gelombang 4: zaman pemerintahan penjajahan Belanda termasuk masa tanah-tanah partikelir
Gelombang 5: zaman penjajahan pendudukan Jepang
Gelombang 6: masa kemerdekaan.
Garis disekeliling “perisai yang berwarna kuning-mas” melambangkan sejarah perjuangan rakyat Bekasi yang menggambarkan bahwa perjuangan rakyat Bekasi dalam menentang kolonialisme dan kapitalisme tidak henti-hentinya bersama-sama dengan rakyat daerah-daerah lainnya di Indonesia. Perjuangan rakyat Bekasi yang terkenal gigihnya dalam menentang kolonialisme dan kapitalisme (tuan-tuan tanah) dimulai pada tahun 1914 di bawah naungan organisasi Serikat Islam (SI) yang masuknya ke daerah Bekasi langsung dibawa oleh Tjokroaminoto.
Kedatangan ajaran SI ke daerah Bekasi disambut dengan baik dan hangat oleh penduduk di daerah ini karena disamping menyebarkan agama islam juga terkenal gigih dalam menentang kolonialisme dan kapitalisme (tuan-tuan tanah) yang terkenal sebagai penindas dan pemeras rakyat. SI yang berpusat di Kranji I dalam waktu singkat telah dapat membentuk cabang-cabang dan ranting-rantingnya di daerah-daerah seperti: Klender, Babelan, Tambun, Jakarta, Cibarusah dan daerah-daerah lainnya.
Pergerakan Serikat Islam (SI) dalam menentang kolonialisme dan kapitalisme (tuan-tuan tanah) dimulai di daerah Setu (Kranji Selatan) dimana waktu itu terjadi penyerbuan oleh pengikut Serikat Islam terhadap mandor Tumpang (dirumahnya) yang terkenal sebagai kaki tangan tuan tanah yang paling setia. Kejadian tersebut diikuti pula oleh daerah-daerah lainnya dengan cara mendatangi kaki tangan tuan-tuan tanah untuk menentang diadakannya pajak yang sangat memberatkan.
Dengan terjadinya peristiwa tersebut, maka pihak pemerintah Belanda berupaya untuk menumpas SI dan pengikut-pengikutnya. Pihak pimpinan SI dan orang-orang yang dianggap mencurigakan ditangkap kemudian diasingkan atau dipenjara. Upaya Belanda yan terus menerus akhirnya pada tahun 1924 kekuatan SI mulai melemah. Walaupun secara formal SI mengalami ketidakberdayaan dalam membantu masyarakat, namun secara diam-diam para pimpinan SI Bekasi terus berjuang di bawah tanah bersama-sama dengan golongan lainnya membantu rakyat dalam menghadapi kelicikan para tuan tanah yang berada di bawah lindungan pemerintah colonial.
b. Keadaan Pemerintahannya
Terdapat di bagian tengah yang terdiri dari :
1.   Lajur rangkap berwarna “hitam” yang terbagi dalam dua bagian menunjukkan Pemerintahan Daerah terdiri dari Badan Legislatif dan Badan Eksekutif Daerah
2.   Empak umpak berwarna “coklat” di bawah lajur rangkap, melambangkan 4 kewedanaan, tiap-tiap umpak dibagi dalam beberapa kotak (dibatasi dengan garis tebal berwarna kuning-mas), menandakan banyaknya kecamatan-kecamatan di setiap kewedanaan, kemudian tiap-tiap kotak dibagi lagi beberapa kotak kecil (dibatasi dengan garis-garis berwarna putih) menunjukkan banyaknya desa-desa. Dengan uraian sebagai berikut :
            Lajur 1: Kewedanaan Bekasi
            Kotak 1: Kecamatan Bekasi dengan 9 kotak kecil = 9 Desa
            Kotak 2: Kecamatan Babelan dengan 6 kotak kecil = 6 Desa
            Kotak 3: Kecamatan Cilincing dengan 3 kotak kecil = 3 Desa
            Kotak 4: Kecamatan Pondok Gede dengan 7 kotak kecil = 7 Desa
            Lajur 2: Kewedanaan Tambun
            Kotak 1: Kecamatan Tambun dengan 8 kotak kecil = 8 Desa
            Kotak 2: Kecamatan Cibitung dengan 7 kotak kecil = 7 Desa
            Kotak 3: Kecamatan Setu dengan 9 kotak kecil = 9 Desa
            Lajur 3: Kewedanaan Cikarang
            Kotak 1: Kecamatan Cikarang dengan 7 kotak kecil = 7 Desa
            Kotak 2: Kecamatan Lemah Abang dengan 8 kotak kecil = 8 Desa
            Kotak 3: Kecamatan Cibarusah dengan 11 kotak kecil = 11 Desa
            Lajur 4: Kewedanaan Serengseng
            Kotak 1: Kecamatan Sukatani dengan 9 kotak kecil = 9 Desa
            Kotak 2: Kecamatan Pabayuran dengan 6 kotak kecil = 6 Desa
            Kotak 3: Kecamatan Cabangbungin dengan 5 kotak kecil = 5 Desa
Di bawah perisai tertulis sehelai pita berwarna yang melambai pada kedua ujungnya, pada pita yang berwarna kuning-mas itu tertulis dalam bahasa “Kawi” yang berbunyi :
SWATANTRA WIBAWA MUKTI”
Swatantra artinya Daerah yang mengurus rumah tangga sendiri
Wibawa artinya Pengaruh
Mukti artinya Jaya, Makmur
Dengan jiwa menuju pembentukan daerah otonom yang seluas-luasnya untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dasar-dasar filosofi di atas menjadi landasan terbentuknya lambing Kabupaten Bekasi. Lambing ini dipilih oleh Daerah Tingkat II Bekasi setelah diberlakukannya Undang-undang No. 14/1950 serta disusul kemudian olah adanya Undang-undang No. 22/1948 jo Undang-undang No. 1/1957 dan penetapan Presiden no. 6/1959 (disempurnakan) dan penetapan Presiden no. 5/1960.
Ukuran lambang ditentukan dengan ukuran global diambil dari ukuran luas Daerah Tingkat II Bekasi dari ujung yang paling barat hingga ujung paling timur panjangnya ± 43 Km dari ujung utara sampai ujung paling selatan ± 62,5 Km atau berbanding antara 43 : 62,5 atau ± berbanding 15 : 21.

HUTAN (ALAS) DALAM UNGKAPAN JAWA

Pernah saya baca dan catat (sumbernya lupa) bahwa luas Pulau Jawa adalah 129.600,71 Km2 (12.960.071 Ha). Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-18, hutan alam di Jawa diperkirakan masih sekitar 9 juta hektar. Sedangkan pada akhir tahun 1980-an, hutan alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektar atau sekitar 7 persen dari luas total Pulau Jawa.
Hutan dalam bahasa Jawa disebut ALAS (tanah luas, tidak digarap manusia, penuh pepohonan besar). Dalam bahasa Jawa Krama Inggil "alas" disebut WANA. Banyak ungkapan bahasa Jawa yang menggunakan kata “alas”. Tentunya ungkapan-ungkapan ini lahir saat hutan di Pulau Jawa masih luas, setidak-tidaknya sebelum abad ke 18 seperti disebutkan di atas.
Di bawah adalah beberapa ungkapan Bahasa Jawa yang menggunakan kata ALAS, yang dewasa ini sudah tidak banyak disebutkan orang lagi, kiranya dapat dijadikan rujukan.
1. ALAS ROBAN
Letak Alas Roban ada di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Nama Alas Roban sudah dikenal sejak abad ke 17 karena merupakan rute pasukan Sultan Agung dari Mataram (Yogyakarta/Jateng) waktu mengirim ekspedisi menyerang benteng Belanda di Batavia. 
Sampai sekarang pun walau kondisinya  tidak semengerikan jaman 300an tahun yang lalu, Alas Roban tetap dikenal sebagai hutan yang angker: Baik dari sisi hantu yang konon banyak gentayangan di situ, maupun dari sisi kejahatan (Rampok, bajing loncat). Beberapa puluh tahun yang lalu mobil tidak berani sendirian melewati Alas Roban. Tunggu ada mobil lain, lalu konvoi.
Mengapa disebut Alas Roban? Dari sisi bahasa ROBAN adalah hutan yang bisa kemasukan air laut saat pasang (Rob).
2. ALAS GRENG
Greng (ri-bebondhotan): onak duri. Sigreng: Besar dan angker. Dengan demikian pengertian “alas greng” adalah hutan yang luas, padat pohon, tampak gelap dan angker, penuh dengan onak-duri.
3. ALAS GUNG atau ALAS GUNG LIWANG-LIWUNG
Pengertian “gung liwang-liwung” adalah “besar sekali”. Digunakan untuk menyebutkan hutan yang amat luas dengan pepohonan yang amat besar pula. Kalau penuh onak-duri dan sulit dilewati karena tebalnya, maka disebut ALAS GRENG.
4. ALAS GLEDHEGAN
Gledheg: bunyi seperti orang menarik roda kayu, gledheg-gledheg. Alas Gledhegan adalah hutan lebat, penuh pohon besar, bila ada angin meniup, tedengar suara gledheg-gledheg. “Alas Gledhegan” bisa saja merupakan “Alas Gung Liwang-Liwung atau Alas Greng”
5. ALAS GEROTAN
Sama dengan Alas Gledhegan tetapi dalam hal ini suara kayu yang bergesekan saat ada tiupan angin berbunyi “gerot-gerot”.
6. ALAS TRATABAN
Trataban: Jantung berdebar-debar. Mengapa jantung berdebar (denyut lebih cepat)? Salah satu sebabnya adalah “rasa takut”. Alas trataban adalah hutan kecil berupa gerumbul-gerumbul. Orang desa (jaman dulu) dalam perjalanan sering melewati “alas trataban” ini. Mereka (terutama kalau sendirian) timbul rasa takut waktu harus melewatinya. Jangan-jangan ada binatang buas, penjahat, hantu, dll yang membahayakan dan menakutkan. Jaman sekarang di Pulau Jawa sepertinya sudah tidak ada lagi yang disebut “alas trataban”.
7. ALAS MINANGSRAYA (WINANGSRAYA)
Gambaran hutan yang amat angker: Janma mara mati, sato mara mati (baik manusia maupun binatang kalau masuk ke hutan tersebut pasti mati.
8. ALAS TUTUPAN
Hutan yang dikuasai negara. Tertutup untuk ditebang pohonnya adat diambil hasil hutannya secara liar.
9. ALAS PEJATEN
Hutan yang ditanami pohon jati. Umumnya ALAS PEJATEN juga merupakan ALAS TUTUPAN.
 
 
10. NGALASAKE NEGARA
Termasuk paribasan Jawa. Negara dianggap hutan. Di hutan tidak ada aturan, kalau ada, maka yang ada adalah hukum rimba. Paribasan ini menggambarkan orang yang berbuat semaunya, tidak mengindahkan aturan negara. Dianggapnya negara ini adalah hutan. Ia lupa bahwa ada kata-kata: Desa mawa cara, negara mawa tata.
11. NUSUP NGAYAM ALAS
Ayam hutan umumnya bersembunyi di semak-semak dan berjalan diantara semak-belukar sehingga sulit ditangkap. Paribasan ini menggambarkan orang yang menempuh perjalanan masuk hutan menyusup diantara semak-belukar.
12. SETAN ALAS
Kalau yang satu ini adalah: Salah satu “makian” ala Jawa.
LIDING DONGENG
Duabelas ungkapan ini membuktikan bahwa jaman dulu orang Jawa akrab dengan hutan. Sehingga ada ungkapan mengenai jenis hutan, perilaku manusia yang mbalela, cara manusia sembunyi-sembunyi menembus hutan bahkan makian. Dewasa ini barangkali tinggal satu yang paling sering kita dengar yaitu Alas Roban. Mungkin ada satu lagi yang kadang-kadang kita dengar: Setan Alas. Ungkapan lain barangkali menyingkir bersama hilangnya hutan (Iwan MM)


27 Jun 2013

Mitos dan Misteri Menanam Ari-Ari Bayi Sewaktu Lahir

Mitos dan Misteri Menanam Ari-Ari Bayi Sewaktu Lahir

Tiap daerah di Nusantara mempunyai adat yang berbeda dalam merawat tembuni (ari-ari) sewaktu bayi lahir. Di Jawa sendiri terdapat beberapa variasi, ada yang ditanam sesegera mungkin di rumah orang tuanya, ada yang dihanyutkan ke sungai atau laut, ada juga setelah dimasukkan ke bejana tanah (kendil) kemudian digantung pada blandar (tiang melintang) di dapur atau ruang tengah (sentong).


Perbedaan ini tidak menjadikan masalah, seperti di daerah Jogja dan Solo kebanyakan tembuni diperlakukan dengan ditanam di tanah. Sementara disebagian wilayah Karesidenan Kedu, khususnya Wonosobo, Karesidenan Banyumas, serta di daerah sekitar Karanganyar dan Tawangmangu, para orang tua lebih suka menggantung tembuni yang dimasukkan ke dalam bejana tanah. Untuk sebagian daerah pesisir, cukup banyak orang yang lebih suka menghanyutkan (melabuh) tembuni tersebut.

Meski ada beberapa macam cara memperlakukan tembuni, namun ada satu kesamaan, yaitu setelah dicuci dan dibersihkan dengan hati-hati menggunakan air bersih, tembuni dimasukkan ke dalam bejana tanah. Kemudian disertakan juga beberapa ’uba-rampe’ ke dalamnya. Secara detail tata-cara tersebut diuraikan dalam baris-baris Kidungan di bawah ini:

KIDUNGAN PANGRUKTINING ARI-ARI

(1) Bebukane golong-galing kaki (utawa : nini), putu banteng Wulung.
Kaki Among Nini Among kiye, lah tunggunen gusti arsa guling, sira sun opahi striya mujung.

(2) Kakang Kawah Adi Ari-ari payo pada nglumpuk.
mBok Nirbiyah lan Diah den age, batok bolu lan uyah ywa kari, lan arta rong duwit, dome aja kantun.

(3) Beras abang lawan lenga wangi, miwah gantal loro.
Tetulisan Arab lan Jarwane, den lebokken ing kendil tumuli, nganggo lawon putih, karya lemek iku.

Tiga bait Kidungan di atas menerangkan secara gamblang perlengkapan apa saja yang harus dimasukkan ke dalam bejana tanah bersama tembuni Sang Bayi, yaitu: garam, uang sepasang, jarum yang tajam, beras merah, gantal (sirih yang digulung dana diikat) dua ikat, kertas yang bertuliskan huruf Arab, Latin dan Jawa. Sebelumnya dipersiapkan dahulu kain mori putih secukupnya sebagai alas tembuni dan berbagai perlengkapan yang menyertainya. Kemudian minyak wangi disiramkan secukupnya, kain putih dari ujung ke ujung ditangkupkan dengan rapi, terakhir kendil ditutup dengan tutupnya.

Garam merupakan simbol kehidupan, dan nantinya si anak jika besar akan mampu ’menggarami’ dunia, agar menjadi tempat yang nikmat dan enak bagi siapa saja bak rasa masakan yang lezat. Uang menggambarkan harapan, kelak nanti sang Anak tidak akan kekurangan dalam hal materi. Berjumlah sepasang, agar dalam mencari materi dia tetap menjaga hubungan baik dengan orang-orang disekelilingnya, tidak asal ’tabrak’ dan juga agar tidak lupa bersedekah jika lebih.


Jarum yang tajam adalah gambaran pikiran yang tajam dari sang anak. Beras merah meyimpan harapan agar sang anak tidak pernah kekurangan pangan. Dipilih Beras Merah dengan maksud apa yang dimakan memberikan kekuatan dan kesehatan bagi sang bayi. Beras Merah juga menggambarkan kejujuran dalam berusaha, dan lambang keterikatan dengan keluarga. Sedang warna merah sendiri dalam budaya Jawa menggambarkan sisi keduniawian dari kehidupan. Kertas bertuliskan huruf Arab, Jawa dan Latin, dimaksudkan agar sang anak akan menjadi anak yang beragama, cerdas secara spiritual, emosi dan rasio. Gantal (sirih) menjadikan anak tumbuh sehat dan kuat, serta kelak akan mendapat jodoh yang ideal. Kesemuanya itu beserta tembuni dimasukkan kedalam mori putih, sebagai lambang kepasrahan kepada Yang Maha Esa atas segala doa dan harapan yang dibubungkan dan daya upaya yang telah dilakukan.

Selanjutnya kita simak lanjutan Kidungan di atas tersebut sebagai berikut:

(4) Kutu-kutu walang ataga sami, bareng laringong.
Kang gumremet kang kumelip kabeh, lah tunggunen gusti arsa guling sira sun opahi, jenang sungsum telu.

(5) Dandanane saking suwarga di, batok isi konyoh.
Batok tasik tapel lan pupuke, ana nggawa bokor lawan kendi, ana nggawa maning kebut wiyah payung.

(6) Widadari gumrubyung nekani pra samya amomong ana ngreksa in kanan kering.
Ana nggawa kasur lawan guling kajang sirah adi, kemul sutra alus.

(7) Benjang lamun bayi neka nangis, ingembana gupoh.
Marang latar pojok lor prenahe, pra leluhur rawuh anyuwuki, meneng aja nangis, jabang bayi turu.

Bait 4, menyatakan agar si Orang Tua membuat bubur sumsum sebagai sarana penolak segala penyakit dan bahaya. Kemudian di saat akan menananam kendil berisi tembuni, Bapak dan Ibu harus berdandan rapi seperti akan pergi ke pesta. Kendil di gendong menggunakan selendang, dan dilambari kasur kecil lengkap dengan bantal dan gulingnya, serta diselimuti sutra halus. Sang Ayah berdiri di sampingnya sambil memayungi Sang Ibu yang menggendong kendil berisi tembuni, di tangan satunya membawa kebutan.

Selanjutnya kendil tersebut dimasukkan ke dalam lubang tanah yang telah disiapkan dan ditimbun dengan rapi. Bila malam datang, tepat di atas timbunan itu diberi lampu minyak tanah (senthir), dan agar tidak mati tertiup angin ditutupi oleh kendil yang dibalik yang telah dilubangi dasarnya. Biasanya pemasangan senthir ini dilakukan minimal 35 hari (selapan) dan kadang sampai 3 bulan lamanya.

Dalam bait terakhir, dinyatakan apabila kelak sang bayi menangis terus. Maka orang tua harus menggendongnya ke pojok utara pekarangan rumahnya, dengan maksud agar para leluhur datang untuk menghibur bayi agar tenang.

20 Jun 2013

Candi ijo candi yg terlupakan di yogyakarta

yang mengaku suka jalan-jalan, saya sebenarnya malu karena masih banyak objek wisata alam maupun budaya yang belum pernah saya kunjungi di wilayah DIY dan Jawa Tengah. Maka dari itu, setiap mudik, saya selalu berusaha mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah saya jamah.

Telusur candi adalah salah satu aktivitas pilihan bila saya sedang mudik. Selain karena lokasi-lokasinya cukup menyenangkan batin ini objeknya juga tidak pernah mengecewakan. Belum lama ini saya akhirnya sampai juga ke Candi Ijo, candi dengan posisi tertinggi di Yogyakarta, yang berada di puncak bukit arah selatan Candi Prambanan. Lokasinya dekat dengan beberapa kompleks candi lain, yaitu Istana Ratu Boko dan Candi Banyunibo.
Reruntuhan candi yang belum dipugar.
Awalnya saya mengira di sini hanya ada satu atau dua buah candi kecil. Ternyata salah besar! Kompleks Candi Ijo cukup besar mencakup 17 struktur bangunan, sebagian besar telah dipugar sehingga tampak cantik.

Layaknya sebuah candi Hindu, relief juga ditemukan di dinding candi maupun di gerbangnya. Candi ini juga terpengaruh arsitektur Buddha dengan adanya patung raksasa di gerbang. Beberapa candi lain di sekitar Prambanan juga memiliki gaya yang sama, yang pernah saya kunjungi yaitu Candi Sari dan Candi Plaosan.
Candi Ijo berada di atas bukit, merupakan candi dengan letak tertinggi di Yogya.
Candi Ijo dibangun pada abad 9 dengan tiga candi perwara yang dibangun sebagai penghormatan terhadap Brahma, Siwa, Wisnu. Di kompleks ini juga terdapat sebuah lokasi pembakaran api pengorbanan yang lazim disebut homa. Ini merupakan bukti bahwa pendiri candi ini menyembah Dewa Brahma.

Arca yang dapat dijumpai di sini adalah sepasang perempuan dan laki-laki yang sedang melayang ke arah yang berbeda. Makna arca ini adalah sebagai pengusir roh jahat. Selain itu, sepasang arca ini melambangkan persatuan antara Dewa Siwa dan Dewi Uma.
Salah satu candi perwara di Candi Ijo.
Kompleks Candi Ijo seolah-olah terbagi menjadi dua. Di bagian timur tempat parkir, adalah lokasi utama dengan candi-candi perwara. Saya harus menaiki anak tangga untuk sampai di lokasi tersebut. Di bagian barat, ada candi kecil yang berdiri, beberapa candi lain masih berupa reruntuhan yang belum dipugar.

Saya tidak melihat banyak pengunjung lainnya. Hanya ada sekelompok mahasiswa dan sepasang muda-mudi yang tampaknya sedang membuat foto-foto pranikah. Memang, Candi Ijo tidak terlalu dikenal. Selain itu, walaupun sebenarnya jaraknya tidak terlalu jauh dari Prambanan, akses harus melalui jalan sempit naik bukit yang berlubang-lubang. Kalau istilah orang Jawa “mblusuk-mblusuk”.

Masuknya pun tidak dipungut bayaran. Anda hanya harus melapor pada penjaga yang rumahnya berada di ujung gerbang masuk parkiran. Meski begitu, pengunjung dapat memberikan sumbangan sekadarnya.

Candi Ijo ini sangat bagus sehingga saya rasa, amat sayang bila jarang dikunjungi. Lokasinya yang berada di atas bukit hijau (dikenal dengan nama Gumuk Ijo) membuat saya bisa melihat hijaunya sekeliling. Tiba-tiba saja terdengar suara pesawat terbang dari sebuah pesawat penumpang yang terbang rendah. Ternyata tepat di atas Candi Ijo merupakan jalur pesawat yang hendak mendarat di Bandara Internasional Adisutjipto. Saya bahkan bisa melihat langsung landasan bandara, melihat pesawat yang mendarat maupun yang terbang.

Kabarnya, keberadaan Gumuk Ijo inilah yang membuat landasan Adisutjipto tidak dapat diperpanjang ke arah timur.

3 Jun 2013

Pusaka milik Pemkab Kendal Pusaka telah ditemukan

Pusaka milik Pemkab Kendal Pusaka telah ditemukan

Pusaka Pemkab Kendal yangditemukan
KOMPAS.com - Paguyuban pecinta keris Kendal Jawa Tengah kembali menemukan pusaka peninggalan Adipati Bahurekso milik pemerintah Kabupaten Kendal. Pusaka itu, ditemukan di salah satu kolektor yang tinggal di Semarang. Jenis pusaka itu, bernama tombak Sigar Jantung yang mempunyai pamor Wengkon Ngisi.  Pusaka tersebut akan diserahkan bupati, tanggal 19 Juni 2012, saat pembukaan pameran Keris nasional di GOR Bahurekso Kendal.

Menurut Ketua Panitia Pameran Keris, Jupriyanto, pusaka berbentuk tombak itu ditemukan di Semarang, di tangan salah satu kolektor keris besar. Ia berharap, dengan ditemukannya pusaka milik pemerintah Kabupaten Kendal tersebut, bisa mengembalikan kejayaan Kendal, seperti pada massa jaman Adipati Bahurekso.

"Dengan kembalinya pusaka peninggalan Bahurekso itu, bisa menambah kewibawaan pemerintah," kata Jupri, Senin (11/6/2012).

Jupri menambahkan, sebelum tombak Sigar jantung, pihaknya juga pernah menemukan dua keris milik Bahurekso milik Pemkab Kendal yang lama hilang. Dua keris itu adalah, Dapur Kanaca dan Dapur Kudup Cempaka. "Sekarang sudah tersimpan di ruang kerja Bupati," tambahnya.

Jupri mengaku, saat ini pihaknya juga sudah mengetahui dua pusaka milik Pemkab yang berada di tangan kolektor. Pusaka itu bernama Tombak Ronggo lok lima dan tombak Suasda Hasto lok limo. Kedua pusaka itu berada di kolektor besar yang ada di Semarang.

Terkait dengan hal itu, Bupati Widya Kandi Susanti, mengaku senang, sebab benda-benda itu, adalah peninggalan nenek moyang yang perlu dijaga. Widya mengaku, dari belasan pusaka milik Pemkab, kini hanya tinggal empat pusaka yang tersisa. Lainnya, sudah belasan tahun lalu hilang tanpa sebab yang jelas. "Saya meminta kepada masyarakat yang mengoleksi pusaka milik Pemkab Kendal, supaya dikembalikan," kata Widya. 
Pameran Pusaka di Kendal

1 Jun 2013

legenda telaga warna


Legenda Telaga Warna
Legenda Telaga Warna
Legenda Telaga Warna
Legenda Telaga Warna –Berikut adalah Legenda Telaga Warna yang patut di baca. Asal usul Legenda Telaga Warna di Jawa Barat, dulu ada sebuah kerajaan bernama Kerajaan Kutatangeuhan. Rakyat kerajaan ini hidup tenang, makmur, dan sejahtera. Karena, Raja Kutatangeuhan, yaitu Prabu Suwartalaya dan Ratu Purbamanah, sangatlah bijaksana. Semuanya, berjalan dalam damai, tanpa kurang suatu apapun.
Sayangnya hanya satu. Raja dan ratu belum dikaruniai seorang anak. Sehingga, ini menjadi kegelisahan keduanya. Penasihat raja menyarankan agar mereka mengangkat anak. Namun, raja dan ratu Kutatangeuhan tidak menyetujuinya.
“Kami merasa lebih baik memiliki anak sendiri daripada memiliki anak angkat,” jawab mereka mengenai usulan sang penasihat.
Kegelisahan ini membuat ratu sering menangis sendirian. Sang raja pun ikutan sedih melihat istrinya menangis terus-menerus. Karena itu, dia memutuskan pergi ke hutan untuk bertapa untuk berdoa supaya dikaruniai anak. Berbulan-bulan lamanya sang raja berdoa. Pada akhirnya, doa itu dikabulkan oleh Sang Maha Pencipta. Ratu pun hamil.
Tak hanya keluarga istana yang berbahagia, rakyat Ketatangeuhan turut berbahagia mendengar kabar tersebut. Mereka membanjiri istana dengan hadiah-hadiah untuk menyambut kedatangan anak pemimpin mereka. Ketika lahir, anak itu diberi nama Gilang Rukmini. Bocah perempuan itu lahir sebagai anak yang lucu, manis, dan menggemaskan.
Sayangnya, Gilang Rukmini tidak diasuh secara baik oleh raja dan ratu. Gilang pun tumbuh menjadi gadis yang manja dengan sifat-sifat yang kurang baik. Dia tak segan berkata kasar untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Walaupun begitu, baik raja, ratu, dan rakyat sangat mencintainya.  Pada usianya 17 tahun, Prabu Suwartalaya hendak menghadiahi putrinya kalung. Dia mengambil emas dan permata ke pandai perhiasan.
Pada hari ulang tahun sang putri, Prabu Suwartalaya pun berkata, “Putriku tercinta, hari ini adalah ulang tahunmu yang ke-17. Aku akan  memberikan kalung ini untukmu. Pakailah kalung ini, Nak.”
Gilang Rukmini melihat kalung itu sekilas, lalu menampiknya. Kalung yang dibuat dengan cinta itu terburai ke mana-mana di lantai. “Kalung apa ini? Kalung jelek!” seru Gilang Rukmini.
Penolakan itu sungguh mengejutkan. Tak seorang pun menduga putri raja akan berbuat seperti itu. Semua hening. Tiba-tiba Ratu Purbamanah menangis melihat perilaku putrinya. Rakyatnya pun mengikuti menangis melihat ratunya menangis. Akhirnya, semua pun  meneteskan air mata, hingga istana basah oleh air mata mereka.
Dari dalam tanah keluar juga air deras yang makin lama makin banyak. Kerajaan Ketatangeuhan pun tenggelam. Kemudian, terciptalah sebuah danau yang sangat indah (Telaga Warna).
Nama telaga itu kini dikenal orang: Telaga Warna. Warna itu berasal dari bayangan hutan, tanaman, bunga-bunga, dan langit di sekitar telaga. Namun, orang mengatakan, warna-warna itu berasal dari kalung Putri Gilang Rukmini yang tersebar di dasar telaga.
Demikian artikel tentang sejarah asal usul Legenda Telaga Warna, semoga bermanfaat bagi info sejarah Anda lebih banyak lagi. Penelusuran yang terkait dengan Legenda Telaga Warna
telaga warna dieng, sejarah telaga warna, telaga warna gunung dieng, misteri telaga warna, cerita rakyat telaga warna, kawah telaga warna, sejarah telaga warna wonosobo, asal usul telaga warna

Legenda Telaga Warna

cerita rakyat asal usul bunga bangkai, peta jalan telaga warna cibubur, cerita rakyat sulawesi bahasa inggris dan terjemahannya, air terjun di utara nganjuk telaga, legenda telaga warna dalam bahasa inggris dan artinya, legenda telaga warna dalam bhs inggris dan artinya, makam kermat di telaga mejer wonosobo, naskah drama cerita rakyat, primbon: kejayaan ayam menurut warna, rangkuman cerpen, Sejarah pariwisata Tlaga menjer wonosobo, talaga warna versi sunda, tarif masuk telaga warna(puncak bogor), Telaga bidadari bogor, telaga warna bandung, telaga warna jawa barat, tempat wisata telaga warna jawa timur, jam buka telaga warna cibubur, harga tiket telaga warna, gambar-gambar cerita talaga wArna, cerita bahasa singkat inggris pergi, cerita dewasa misteri hotel utara, cerita legenda di daerah sleman, cerita legenda telaga wurung, cerita legenda telaga wurung magetan, cerita pendek telaga warna, cerita rakyat asal usul telaga biru, cerita rakyat dalam bahasa terjemahan batak toba, Cerita rakyat telaga warna dalam bentuk dialog, cerita rakyat telaga warna versi basa jawa

Sejarah Prabu siliwangi

Sejarah prabu Siliwangi
Sejarah prabu Siliwangi
Sejarah prabu Siliwangi
Sejarah prabu Siliwangi – Kisah Prabu Siliwangi sangat dikenal dalam sejarah Sunda sebagai Raja Pajajaran. Salah satu naskah kuno yang menjelaskan tentang perjalanan Prabu Siliwangi adalah kitab Suwasit. Kitab tersebut berisi 22 bab perjalanan Sejarah prabu Siliwangi dimulai dari ayahnya, Prabu Anggararang Raja Kerajaan Gajah. Setelah Prabu Anggararang merasa puteranya layak memangku jabatan raja, akhirnya kerajaan diserahkan kepada Pangeran Pamanah Rasa (sebelum bergelar Siliwangi).
Sejarah prabu Siliwangi menjadi nama Siliwangi
Mengenai sejarah nama Siliwangi, dijelaskan bahwa nama tersebut adalah gelar setelah Pangeran Pamanah Rasa masuk Islam sebagai salah satu syarat mempersunting murid Syaikh Quro, yakni Nyi Ratu Subanglarang. Dari isteri ketiga ini, kemudian melahirkan Kian Santang yang bergelar Pangeran Cakrabuana di Cirebon dan Rara Santang, ibunda Sunan Gunung Jati.

Bersamaan Sejarah prabu Siliwangi dengan luasnya wilayah Gajah, kemudian Prabu Siliwangi menciptakan senjata Kujang, berbentuk melengkung dengan ukiran harimau di tangkainya. Senjata tersebut kemudian menjadi lambang Jawa Barat. Nama kerajaan Gajah pun diganti menjadi kerajaan Pajajaran, karena menjajarkan (menggabung) kerajaan Gajah dengan kerajaan Harimau Putih. Kisah dalam Kitab Suwasit diakhiri dengan mokhsa (menghilang) dan dipindahkannya kerajaan Pajajaran ke alam Gaib bersama Harimau Putih.
Pada kitab yang sudah diterbitkan oleh Jelajah Nusa, dikisahkan dalam bab keempat bahwa setelah menjadi kerajaan Gajah, Pangeran Pamanah Rasa melakukan pengembaraan hingga di sebuah hutan di wilayah Majalengka. Ketika hendak meminum air dari curug (air terjun), Pangeran Pamanah Rasa dihadang oleh siluman Harimau Putih sehingga terjadi pertarungan hebat hingga setengah hari. Namun berkat kesaktian Pangeran Pamanah Rasa, siluman Harimau itu bisa dikalahkan dan tunduk padanya.
bukti Sejarah prabu Siliwangi
bukti Sejarah prabu Siliwangi
Sejarah prabu Siliwangi ditemukan adanya sebuah Kitab yang diterbitkan dengan sambutan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan kemudian mengisahkan bahwa Harimau Putih berubah wujud menjadi manusia untuk mendampingi pengembaraan Pangeran Pamanah Rasa hingga menaklukkan kerajaan Galuh dengan bantuan Harimauu Putih. Bahkan disebutkan, ketika terjadi penyerangan oleh kerajaan Mongol (mungkin masa Kubilai Khan), kerajaan Gajah dibantu pasukan Harimau Putih.
Tentunya, meskipun kental dengan unsur mitos, kitab tersebut merupakan sumber Sejarah prabu Siliwangi yang sangat penting.
Demikian artikel tentang Sejarah prabu Siliwangi semoga menjadi pembelajaran sejarah bagi kawula muda untuk mengenang sejarah bangsa Indonesia


Sejarah prabu Siliwangi

asal usul kujang siliwangi, sejarah prabu siliwangi, kujang kembar prabu siliwangi, kesaktian hayam wuruk, kitab suwasit, siliwangi waterpark bandung, kujang kembar, raja siliwangi, prabu siliwangi, legenda prabu siliwangi, isi kitab suwasit, cerita kujang kembar, sejarah berdirinya pkl, pusaka kujang kembar, sejarah siliwangi, kisah prabu siliwangi lengkap, asal usul prabu siliwangi, asal usul kujang kembar, Kujang kembar siliwangi, Lukisan kian santang pada waktu kecil, prabu hayam wuruk, legenda kujang kembar, prabu siliwangi dan kian santang, prabu siliwangi wallpaper, legenda ilmu prabu siliwangi, poto macam macam kujang kembar prabu siliwangi, PLTA BESAI, Pandan sari sili wangi, Pamungkas prabu siliwangi, Naskah kitab suwasit