.

5 Jan 2014

Sembilan Makam Keramat Di Kabupaten Tulungagung

Tulungagung, Mataram Timur

Beberapa makam di daerah Tulungagung masih dianggap keramat. Pancaran Yoni atau Sawabnya masih diburu oleh banyak kalangan. Karena itu tak heran jika pada saat – saat tertentu bisa dijumpai banyak orang yang berdatangan ketempat itu. Mereka menjalankan laku spiritual tertentu sekaligus ngalap berkah.
Beberapa makam keramat yang paling banyak diziarahi orang dari berbagai daerah adalah Makam Tumenggung Surotani I, Ario Koesoemo dan Tumenggung Surotani II, Kertokusumo di wajak lor Boyolangu. 

Di sebelah makam makam Tumenggung Surontani, Ario Koesoemo dan Kertokoesoemo adalah makam Senopati Alap – alap dan Raden Djigantoko. Sedagkan makam Senopati Banteng Gerang di luar tembok makam Surontani. Tidak jauh dari makam – makam Tumenggung dan para senopatinya tersebut ada juga makam Raden Surodongso. 

Menurut Muhadi Kasbun Iro Karso, raden Surodongso adalah yang bertugas menyimpan pusaka ketumenggungan Wajak bahkan sampai menmeninggal beberapa pusaka disimpan tidak jauh dari makamnya. “Menurut cerita, pusaka – pusaka tersebut disimpan di sekitar pohon besar dekat makam Raden Surodongso” jelasnya.

1) Makam Tumenggung Surontani Kertoyuda
Makam Tumenggung Surontani Kertoyuda dimakamkan di Gunung Budeg Kertoyuda adalah Senopati Wajak pada era Surontani Kerto Koesumo. Bahkan dia sempat menggantikan Tumenggung Surantani Ariyo Koesumoedi saat ki Surontani I di tahan di Mataram, meski hanya sementara. Setelah Surontani I kembali ke Wajak menantunya diangkat sebagai Tumenggung Surotani II dengan gelar Kerto Koesoemo.

2) Makam Eyang Agung Tjokro Koesumo
Makam Eyang Agung Tjokro Koesumo dimakamkan di dekat Candi Dadi Wajak Kidul. Para peziarah datang dari berbagai daerah. “Banyak juga peziarah yang datang dari Pulau Dewata Bali” kata Mbah Wo Juru Kunci makam Eyang Agung Tjokro Koesoemo.

3) Makam Syekh Sunan Kuning
Makam Syekh Sunan Kuning atau lebih dikenal Makam RM. Garandhi di desa Macanbang Kecamatan Gondang. Makam tersebut diketemukan sekitar abad ke-18. RM Garandhi adalah musuh bebuyutan Kolonial Belanda. Di saat Mataram dikuasai Kolonial, RM. Garandhi didukung rakyat dapat merebut Mataram yang telah dikuasai penjajah. Namun hanya bertahan beberapa tahun RM. Garandhi menjadi raja.
Disaat Mataram di duduki Belanda lagi RM. Garandhi melarikan diri ke arah timur, tepatnya di daerah Tulungagung sampai akhirnya wafat di Desa Macanbang.

4) Makam Fatimah
Makam Fatimah atau lebih dikenal Nyai Lidah Hitam. Menurut cerita nyai Lidah Hitam adalah seorang putri mandraguna istri dari Kyai Abu Masur dari Desa Tawangsari.
Julukan Nyai Lidah Hitam sebenarnya datang dari para kompeni. Menurut tokoh spritualis Abah Edi Purnomo, karena ucapan beliau yang selalu bertuah, maka para kompeni sering kelabakan dalam menghadapinya sepak terjang Nyai Lidah Hitam ini. “Keluarga Abu Mansur II ini pernah kedatangan seorang tamu. Entah kasannya ingin menjajal kesaktian keluarga Abu Mansur atau tujuan lain. Yang jelas tamu tersebut merasa kurang puas dengan penyambutan pihak keluarga. Akhirnya dengan terpaksa tampilah Nyai Lidah Hitam dengan kesaktiannya yaitu menggoreng batu dengan tangan diatas kembennya. Pada akhirnya kian lama batu tersebut akhirnya dapat memanas. Bahkan panasnya dapat mematangkan buah beras” jelasnya.
Makam Fatimah atau lebih dikenal Nyai Lidah Hitam di komplek pemakaman keluarga Kyai Abu Mansur di belakang masjid Tawangsari Kecamatan Kedungwaru.


5) Makam RMT. Djayadiningrat Adipati Tulungagung
Makam RMT. Djayadiningrat Adipati Tulungagung dimakamkan di belakang Masjid Macan, Kedungwaru. Di masa hidupnya bersama rakyat mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan berkumpulnya ulama – ulama dan santri – santri. Dan Djayaningrat tidak melupakan perjuangan salah satunya familinya yakni pangeran Diponegoro yang berjuang melawan Belanda tidak terlepas dari mental agama.
 
6) Makam Syekh Sarkowi
Makam Syekh Sarkowi berada di desa Ngujang Kecamatan Kedung Waru Makam tersebut berada di tengah sawah. Menurut cerita penemu makam tersebut adalah seorang pengusaha yang pernah ditolong Syekh Sarkowi.
Dimasa sulitnya seorang pengusaha tersebut pernah bertemu orang tua. Orang tua tersebut mendoakan semoga seorang yang berasal dari Nganjuk tersebut menjadi orang sukses. Pesan orang tua tersebut jika sudah sukses agar segera beribadah haji ke tanah suci Makah.
Di saat menunaikan ibadah haji, pengusaha dari Nganjuk tersebut bertemu lagi dengan orang tua yang pernah berpesan untuk menunaikan ibadah haji jika sudah sukses.
Namun sebelum berpisah dengan orang tua tersebut pengusaha berasal dari Nganjuk meminta alamat rumah orang tua yang pernah mendo’akannya.
Beberapa hari kemudian seorang pengusaha tersebut sengaja mencari alamat orang tua tersebut di desa Ngujang. Namun seharian mencari rumah orang tua tersebut tidak membuahkan hasil. Karena kecapekan seorang pengusaha itu tertidur dengan nyenyak. Didalam tidurnya ditemui orang yang baru saja dicarinya.
“Kamu sudah hampir menemukan alamatku, jika kamu teruskan mencarinya kamu akan menemukan rumahku. Rumahku ada ditengah sawah dan di bawah pepohonan desa Ngujang” kata orang tua tersebut.
Ketika terjaga dari tidurnya pengusaha tersebut berniat mencari rumah orang yang baru menemuinya dalam mimpinya.
Keesok harinya dia mencari rumah orang tua itu di tengah sawah di bawah pepohonan. Dia terkejut ketika menemukan makam tua di bawah pohon di tengah sawah. Makam tua tersebut di batu nisannya tertulis Syekh Sarkowi. Ternyata orang tua yang selama ini pernah dia temui lewat mimpi maupun ketemu langsung sudah lama meninggal. Sejak kejadian tersebut pengusaha asal Nganjuk tersebut membangun makam keramat itu. Sampai saat ini makam keramat itu banyak diziarahi orang dari berbagai daerah.

7) Makam Mbah Wali

Makam keramat berikutnya adalah makam Mbah Wali di pantai Popoh Tulungagung. Menurut Abah Marwin Sholeh tokoh Paranormal asal Pucang Laban, Mbah Wali adalah tokoh agama Islam di pulau Jawa sebelum zaman Wali Songo. Makamnya tidak jauh dari pantai Popoh, bahkan di tepi pantai Popoh. “Ketika memasuki kawasan wisata pantai Popoh, silahkan tanya petugas pasti sudah mengenalnya” jelasnya.

8) Makam RM. Djayeng Koesoemo
Makam keramat berikutnya adalah RM. Djayeng Koesoemo di Demuk, Pulanglaban. RM. Djayeng Koesoemo adalah anak dari Adipati RMT. Djayaningrat, sedang istrinya bernama R. Ayu Endang Ratna Palupi putri Bupati Japanan Mojokerjo.
Menurut Ny. Sundari yang masih keturunan RM. Djayeng Koesoemo, semasa hidupnya RM. Djayeng Koesoemo sangat gigih berjuang melawan kolonial Belanda. Pada suatu ketika berhasil membunuh petinggi kolonial Belanda. Karena masih keturunan Bupati Ngrowo V maka tidak dipenjara namun dibuang di hutan belantara pada tahun 1866. Bersama 40 orang pengikutnya RM. Djayeng Koesoemo berada di hutan yang dikenal sangat angker. Orang Jawa sering menyebut Jalmo moro Jalmo Mati, Sato Moro Sato Mati. Dengan kesaktian RM. Djayeng Koesoemo dapat mengalahkan para dedemit yang mengamuk. Oleh karena itu hutan yang semula angker itu dinamakan desa Demuk.

9) Makam Syeh Basyarudin
Makam Syeh Basyarudin berada di makam Srigading, Kauman. Pada malam Jum’at legi makam ulama besar tersebut diziarahi pendatang dari berbagai daerah. Bahkan makam syeh Basyarudin sering diziarahi para santri dari pondok pesantren di berbagai daerah. Disekitar makam Syeh Basyarudin terdapat makam Bupati Trenggalek dan keluarganya.

 
“Tujuan kami berziarah ke makam – makam para ulama dan pejuang untuk kirim do’a agar amal ibadahnya selama di dunia di terima Allah SWT”, Kata Ustadz Gupron dari Ngunut.